3 Juni 1947: Perubahan Nama dari TRI jadi TNI, di Aceh Realisasinya Telat
Penggabungan tersebut baru terealisasi hampir setahun kemudian.
Presiden Sukarno bersama para perwira TNI Divisi X Sumatera di Bireuen, 18 Juni 1948
Pasukan bersenjata Indonesia mulanya bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pada 5 Oktober 1945, namanya berubah menjadi TKR, Tentara Keamanan Rakyat.
Dua tahun kemudian, tanggal 3 Juni 1947, barulah nama Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara resmi dipakai. Namun, tanggal berdirinya TKR (5 Oktober) tetap digunakan sebagai hari jadi TNI.
Yang terjadi pada 3 Juni 1947 bukan cuma perubahan nama dari TKR menjadi TNI. Struktur ketentaraan juga diperbaiki. Setiap kelompok atau laskar-laskar bersenjata rakyat yang bergerak sendiri-sendiri kemudian digabungkan ke dalam TNI dan tunduk kepada perintah Panglima Besar TNI.
Di Aceh, penggabungan itu tidak langsung bisa direalisasikan. Penyebabnya karena barisan-barisan bersenjata yang ada di Aceh tengah sibuk menghadapi serangan militer Belanda yang tidak putus-putus. Aceh diserang lewat laut dan udara.
“Perhatian pemimpin-pemimpin dan prajurit serta masyarakat Aceh tercurah ke medan pertempuran,” ungkap Teuku Alibasjah Talsya di buku Modal Perjuangan Kemerdekaan yang terbit tahun 1990.
Orang Aceh bahkan dikirim ke Sumatra Utara untuk melawan gempuran Belanda. Sementara yang lainnya dikerahkan untuk melipatgandakan kekuatan pertahanan di sepanjang pantai timur dan barat Aceh.
Penggabungan tersebut baru terealisasi hampir setahun kemudian. Pada 13 Juni 1948, Gubernur Militer Daud Beureueh meresmikan penggabungan gerakan mujahidin atau laskar rakyat di Aceh ke dalam TNI Divisi X Sumatera.
Laskar-laskar tersebut adalah Divisi Tengku Tjhik di Tiro, Divisi Rencong, Divisi Tengku Tjhik Paya Bakong, dan barisan-barisan bersenjata lainnya.
Setelah laskar-laskar dimasukkan ke dalam TNI, Divisi X Sumatera melarang orang-orang yang bukan tentara memakai seragam resmi TNI atau membuat seragam yang meniru seragam TNI.