Pada 1839, ketika mendesain logo kota itu, seperti dicatat Reza Idria, Peabody memilih menampilkan sosok Po Adam, seorang bangsawan Aceh yang menjadi sahabat ayahnya.

Gambar Orang Aceh di Logo Kota Salem Amerika Dikaji untuk Diganti

Gambar Orang Aceh di logo Kota Salem, Amerika Serikat | Foto: Internet

PINTOE.CO – Pemerintah Kota Salem di negara bagian Massachussetts, Amerika Serikat, sedang mempertimbangkan untuk mengganti gambar orang Aceh di logo dagang kota itu. Hal itu dipicu oleh suara-suara yang menyebut gambar orang Aceh di logo Kota Salem itu menggambarkan stereotip dan menyinggung orang-orang keturunan Asia di sana.

Rencana mengubah logo itu sudah mencuat sejak September 2024. Pada 5 November 2024, pemerintah Kota Salem lewat situs resminya www.salemma.gov mengumumkan akan membentuk Gugus Tugas Logo Kota yang baru. Gugus tugas akan terlibat dalam penelitian, percakapan publik, serta desain dan tinjauan historis untuk mengevaluasi logo Kota Salem dan membuat rekomendasi untuk kemungkinan mengubah logo yang telah digunakan sejak 1839 itu.

“Dalam waktu 18 bulan sejak pembentukannya, Gugus Tugas bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan akhir berdasarkan penelitian historisnya, masukan desain, dan umpan balik publik serta menyampaikan laporan tersebut kepada Dewan Kota dan Wali Kota,” tulis situs Salemna.gov.

Antropolog Aceh, Reza Idria, merespon rencana itu dengan meminta pendapat masyarakat Aceh apakah figur orang Aceh di logo itu perlu dipertahankan atau tidak. Jika perlu, Reza mengajak publik Aceh menduskusikannya dan jika perlu dibuatkan petisi meminta agar rencana perubahan logo Kota Salem itu dibatalkan.

Reza sendiri telah menyampaikan hal itu kepada Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, ketika berkunjung ke Aceh beberapa waktu lalu. Menurut Reza, Gugus Tugas bentukan Dewan Kota Salem seyogyanya akan turut meminta pandangan Indonesia dan khususnya Aceh.

“Untuk itu satu diplomasi budaya akan diperlukan. Saya berharap keputusan Walikota dan Dewan Kota Salem nantinya tidak dibuat hanya berdasarkan pandangan organisasi atau segelintir orang di sana yang mungkin tidak memiliki hubungan langsung dengan sejarah yang mereka coba wakili atau sikap diambil hanya karena takut dianggap “tidak sensitif”,” tulis Reza di laman Facebook-nya, Selasa, 21 Januari 2025.

Sosok orang Aceh di logo Kota Salem tidak terlepas dari hubungan sejarah panjang Aceh dan Amerika, terutama antara akhir tahun 1700-an hingga awal 1800-an. Meski Amerika Serikat baru berdiri pada 1776, hubungan dagang antara Salem dan Aceh telah terjalin dua abad sebelumnya. Reza mencatat, sejak tahun 1654 hingga 1846, tidak kurang 179 kapal dari benua Amerika melakukan pelayaran ke Aceh.

Sejumlah sumber sejarah mencatat, pelayaran itu untuk mencari rempah-rempah, terutama lada yang menjadi primadona masa itu lantaran menghasilkan laba yang menggiurkan. Menurut historia.id, adalah Jonathan Carnes, seorang pelaut asal Kota Salem, yang memelopori keterlibatan Amerika dalam perdagangan lada di Nusantara pada 1793.

Setelah itu, seperti dicatat sejarawan Anthony Reid dalam Sumatera Tempo Doeloe, “pada 1795 kapal-kapal dari Salem menemukan jalan menuju pusat perkebunan lada yang besar dan masih baru yang terletak antara Susoh dan Trumon. Hingga 1803, telah menghasilkan sekitar 5000 ton lada, dan sebagian besar dikirim ke New England.”

Pada 1831, pemerintah Amerika mendapat laporan kapal Friendship dari Kota Salem dibajak oleh “bajak laut” di Kuala Batee (orang Amerika menyebutnya Quallah Battoo), sekarang menjadi nama sebuah kecamatan di Aceh Barat Daya.

Catatan Wikipedia menyebutkan, kapal itu dinakhodai oleh Charles Moses Endicott. Amerika kemudian mengirim kapal Potomac untuk membebaskan kapal Friendship yang sekarang replikanya dijadikan museum di Kota Salem.

Salah satu keluarga pedagang lada dari Kota Salem adalah George Peabody. Pada 1839, ketika mendesain logo kota itu, seperti dicatat Reza Idria, Peabody memilih menampilkan sosok Po Adam, seorang bangsawan Aceh yang menjadi sahabat ayahnya, Joseph Peabody, yang dikenal sebagai pedagang lada terkaya di kota itu.

“Salem lalu menjadi satu-satunya kota di Amerika yang kaya dengan lada dari Sumatra dan memilih menggunakan figur di logonya dengan sosok yang jauh dari benua tersebut,” tulis Reza Idria yang menamatkan studi doktoral di Harvard, Amerika Serikat.

Reza sendiri tak merasakan adanya sosok orang Aceh di logo Kota Salem sebagai bentuk stereotip atau diskriminasi terhadap orang Asia. Sebaliknya, Reza justru bangga saat tahu bahwa sosok di logo itu adalah orang yang berasal dari Aceh. Itu sebabnya, Reza ingin logo itu tetap dipertahankan di sana.

Di Dewan Kota Salem sendiri, tak semua sepakat bahwa munculnya orang Aceh di logo Kota Salem sebagai bentuk diskriminasi rasial. Anggota Dewan Kota Cindy Jerzylo termasuik yang tak sepakat logo itu diganti.

“Ketika tumbuh besar di Salem, saya selalu memandang lambang kota sebagai bentuk penghormatan kepada masyarakat Sumatera karena telah membantu menempatkan Salem di peta," katanya.

"Saya sedih mendengar bahwa beberapa orang menganggap lambang kota sebagai tanda rasisme. ... Bagaimana kita bisa mengatakan bahwa kota ini tidak lagi ingin menghormati atau mengakui sejarah yang terus memperkaya kota kita saat ini?" katga Cindy Jerzylo seperti dikutip Patch.com.

Bagaimana dengan Anda?

salem sejarahaceh aceh-amerika