Gubernur Aceh Terkenang Kemeja Cap Buaya
Dua lusin kemeja merk “Cap Buaya” dan kain sarung baru diantar ke rumah Ayah Gani di Lampriet, Banda Aceh.
Abdullah Muzakkir Walad | Sumber: "Riwayat Hidup Anggota-Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Hasil Pemilihan Umum 1971" (1972)
Ayah Gani adalah salah satu tokoh kunci lahirnya pemberontakan DI/TII Aceh pada 1953. Di bulan puasa tahun 1954, ia ditangkap militer lalu dipenjara di Medan. Negara baru membebaskan Ayah Gani pada 1957.
Begitu mendapat kabar pembebasan Ayah Gani, Abdullah Muzakkir Walad, seorang pengusaha banyak uang, langsung tergerak untuk mengirim bantuan. Ia berpikir Ayah Gani pasti tidak punya cukup baju dan kain sarung bagus setelah keluar penjara.
Abdullah Muzakkir Walad meminta kerabatnya untuk mengantar dua lusin kemeja merk Crocodile atau “Cap Buaya” dan kain sarung baru ke rumah Ayah Gani di Lampriet, Banda Aceh.
Usai sandangan-sandangan itu diserahkan, si pengantar lantas menghadap Abdullah Muzakkir Walad dan menyampaikan kabar mengejutkan. Ayah Gani menolak mengambil semua baju dan sarung kiriman tersebut.
Bertahun-tahun kemudian, ketika Abdullah Muzakkir Walad sudah menjadi Gubernur Aceh, di Jakarta ia bertemu dengan anak pertama Ayah Gani, yakni Ramly Ganie.
Pertemuan dengan anak sahabat itu membuat memori lama Abdullah Muzakkir Walad muncul kembali. Kepada Ramly Ganie, Abdullah Muzakir Walad menceritakan bahwa dahulu ia pernah mengirim banyak baju dan sarung ke rumah Ayah Gani, tetapi Ayah Gani cuma mau mengambil satu buah kemeja dan sarung.
“Alangkah terkejut saya karena Ayah Gani hanya mengambil sehelai sarung dan sehelai kemeja,” kata Abdullah Muzakkir Walad, sebagaimana dikisahkan Ramly Ganie dalam biografi Ayah Gani: Ketua Dewan Revolusi DI/TII Aceh (2021).
Setelah mengambil kemeja dan sarung, Ayah Gani lantas berkata bahwa kiriman Abdullah Muzakkir Walad terlalu banyak. Ayah Gani meminta sisa baju dan sarung tersebut disumbangkan kepada orang lain yang juga membutuhkan.
“Terima kasih dari saya atas bantuan Cut Apa Muzakkir. Tolong barang-barang tersebut selebihnya dikembalikan kepadanya karena banyak orang lain yang masih membutuhkan dan harus beliau bantu,” pinta Ayah Gani kepada utusan Abdullah Muzakkir Walad.
Keputusan Ayah Gani itu mencerminkan karakter aslinya, yakni seorang guru yang suka hidup sederhana, tidak tamak, tidak memikirkan diri sendiri.
Ayah Gani meninggal dunia pada 8 Maret 1974, di periode kedua kepemimpinan Abdullah Muzakkir Walad sebagai Gubernur Aceh.