Perihal Uang yang Diserahkan Rakyat Aceh kepada Sukarno
Ada yang mengatakan, sumbangan rakyat Aceh dikorupsi seorang prajurit Angkatan Udara sehingga hanya sebuah pesawat yang bisa dibeli.
Panglima Polim menyerahkan cek dana pembelian pesawat kepada Sukarno
Semua orang sudah tahu Presiden Sukarno pernah meminta rakyat Aceh menyumbang dana pembelian pesawat. Permintaan itu disampaikan waktu Sukarno berada di Aceh pada Juni 1948. Begitu permintaan Sukarno diumumkan, rakyat Aceh langsung menyumbang dengan penuh suka cita.
Pada 20 Juni, Sukarno akhirnya memegang selembar cek bernilai 140.000 dollar Malaysia (M$). Cek diserahkan langsung oleh Teuku Mohamad Ali Panglima Polim selaku Ketua Panitia Pembelian Kapal Udara. Namun, uang yang terkumpul sebetulnya jauh melampaui jumlah tersebut.
Setelah Sukarno meninggalkan Aceh, sumbangan dari rakyat rupanya terus mengalir. Sumbangan kedua sebesar M$120.000, sedangkan yang terakhir M$140.000. Dengan demikian, total uang yang disumbangkan rakyat Aceh untuk pembelian pesawat sebesar 520.000 dolar Malaysia. Menurun taksiran, uang ini cukup untuk membeli dua buah pesawat bekas dengan mesin cadangan serta onderdilnya.
Pesawat yang dibeli kemudian dipakai untuk kepentingan diplomasi serta perdagangan. Pada 6 Desember 1948, pesawat tersebut tiba di Rangoon, Burma. “Membawa rempah-rempah yang akan dijual di luar negeri untuk mendapatkan devisa bagi perjuangan Republik Indonesia,” tulis Departemen Perdagangan Dalam Negeri dalam 20 Tahun Indonesia Merdeka (1965).
Orang yang ditugaskan untuk membeli pesawat ialah Mayor Angkatan Udara Wiweko Soepeno. Ia membeli pesawat Douglas C-47 yang kelak diregistrasi sebagai aset negara dengan nama RI-001 Seulawah.
Mengapa hanya satu ada pesawat?
Penjelasan singkat mengenai pesawat kedua datang dari kesaksian Panglima Polim dalam memoar Sumbangsih Aceh bagi Republik (1996). Panglima Polim menyebut hanya ada sebuah pesawat yang dibeli dari sumbangan rakyat Aceh. Ia pun khawatir ke depan generasi Aceh akan menuntut negara memperlihatkan bukti pembelian pesawat kedua.
“Bisa saja kita katakan bahwa rakyat Aceh menghadiahkan 10 kapal udara, tetapi anak cucu orang Aceh akan bertanya di mana bangkainya, kuburannya, atau di tempat mana jatuhnya (pesawat itu) jika tertembak, atau sudah dikemanakan?” sindir Panglima Polim.
Penyunting memoar tersebut, Teuku Mohamad Isa, membubuhkan keterangan mencengangkan di catatan kaki halaman 68. Ia menyebut sebagian uang sumbangan rakyat Aceh diselewengkan. Isa mengatakan: “Sejarah mencatat memang yang dibeli hanya sebuah kapal terbang saja, dan sebuah kapal terbang lagi tak terwujud pembeliannya karena uangnya digelapkan (dikorupsi) oleh seorang Perwira Logistik Komando TKR/TNI Sumatera. Dalam perjalanan waktu selanjutnya perwira tersebut pernah menjadi Asisten Umum Dirut Pertamina Dr. Ibnu Sutowo, dan sekarang sudah almarhum”.