Kejati Aceh Cekal Dua Tersangka Korupsi BGP ke Luar Negeri
Tersangka TW selaku Kepala Balai Guru Penggerak Aceh periode 2022-Agustus 2024 dan tersangka M selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis I Foto: Istimewa
PINTOE.CO - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh mencekal dua tersangka tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh bepergian ke luar negeri.
"Keduanya sudah dicekal keluar negeri. Permohonan pencekalan sudah disampaikan kepada pihak imigrasi," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, dikutip dari Antara, Sabtu, 12 April 2025.
Kedua tersangka berinisial TW selaku Kepala Balai Guru Penggerak Aceh periode 2022-Agustus 2024 dan M selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Guru Penggerak Aceh.
Pencekalan dilakukan karena kedua tersangka sampai saat ini belum ditahan, apalagi penanganan kasus tersebut masih dalam tahap pemberkasan sebelum dinyatakan lengkap atau tahap dua.
Dia menyebutkan tujuan pencekalan untuk mencegah tersangka melarikan diri atau hal lainnya yang dapat menghambat proses penyidikan. Saat ini, penyidik masih bekerja untuk melengkapi berkas perkara guna pelimpahan tahap dua atau penuntutan.
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan TW dan M sebagai tersangka tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan BGP Aceh dengan nilai Rp76,4 miliar.
BGP Aceh menerima alokasi APBN pada 2022 sebesar Rp19,23 miliar dan pada 2023 mencapai Rp57,17 miliar sehingga total alokasi dana yang diterima mencapai Rp76,4 miliar.
Anggaran tersebut digunakan untuk perjalanan dinas pegawai dalam rangka memantau program guru penggerak yang tersebar di 23 kabupaten kota di Provinsi Aceh serta untuk peningkatan kapasitas sumber daya guru dengan kegiatan di hotel-hotel.
Berdasarkan laporan, realisasi anggaran pada 2022 sebesar Rp18,4 miliar dan pada 2023 sebesar Rp56,75 miliar. Namun, berdasarkan laporan pertanggungjawaban keuangan BGP Provinsi Aceh 2022 dan 2023 ditemukan sejumlah penyimpangan.
Temuan penyimpangan di antara kegiatan pertemuan di hotel-hotel, diduga terjadi penggelembungan dan adanya penerimaan uang oleh pejabat pembuat komitmen dan kuasa pengguna anggaran.
Selain itu, ada temuan pembayaran perjalanan dan penginapan dinas fiktif serta penggelembungan harga. Perbuatan tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp4,17 miliar.
Keduanya dijerat Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, disangkakan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.[]
Edit: Lia Dali