KIP Aceh Susun Langkah Teknis Penanganan Sengketa Pencalonan Pilkada 2024
Perselisihan dalam penetapan perolehan suara tahap akhir hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi.
Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Aceh Ahmad Mirza Safwandy | Foto: akun X @Mirjaco
PINTOE.CO - Komisi Independen Pemilihan (KIP) melakukan upaya mitigasi atau pencegahan potensi sengketa dalam tahapan pencalonan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Aceh Ahmad Mirza Safwandy mengatakan, pihaknya bersama stakeholder terkait telah menggelar rapat koordinasi terkait hal tersebut.
"Melalui rakor mitigasi potensi sengketa dalam tahapan pencalonan pemilihan, kita berupaya melakukan mitigasi dalam setiap proses tahapan pencalonan," kata Ahmad Mirza pada Rabu, 7 Agustus 2024.
Mirza menjelaskan, sejumlah potensi permasalahan harus dapat ditanggulangi sedini mungkin sehingga dalam proses penyusunan dan pembentukan pedoman teknis dapat memberikan kepastian hukum.
"Mitigasi potensi sengketa sangat penting, sehingga sedini mungkin sebelum permasalahan terjadi kita bisa menanggulanginya. Paling tidak ini menjadi upaya untuk meminimalisir terjadinya sengketa, mitigasi juga menjadi semangat dalam mengawal prinsip kepastian hukum dalam pemilihan," ungkapnya.
Ia menyebut mitigasi potensi sengketa juga menjadi arena dalam membahas ruang lingkup pedoman teknis pencalonan yang sedang disusun oleh KIP Aceh dan akan dikonsultasikan ke KPU RI nantinya.
Dalam rakor tersebut, juga dibahas terkait dengan syarat akumulasi perolehan suara, status mantan pelaku tindak pidana dengan ancaman lima tahun atau lebih dan status residivis, serta beberapa isu lainnya.
Mirza menjelaskan, bahwa sengketa hasil pilkada diadili oleh Mahkamah Konstitusi. Meskipun kewenangan Perselisihan Hasil Pilkada (PHP) Kepala Daerah, berdasarkan ketentuan pasal 157 ayat (3) Undang-Undang 10 Tahun 2016, perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
"UU Pilkada mengatakan kewenangan MK bersifat sementara sebelum peradilan khusus dibentuk, tapi kemudian melalui Putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022 menegaskan kewenangan MK dalam menangani sengketa hasil Pilkada sudah permanen," kata Mirza.[]