OJK Ungkap Penyebab Orang Berpendidikan Jadi Korban Penipuan Investasi
"Bukan hanya terkait dengan aktivitas keuangan ilegal, tetapi juga Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) resmi," ungkap Friderica dalam siaran pers, Selasa 11 Juni 2024.

Kantor OJK
PINTOE.CO - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa tidak jarang masyarakat berpendidikan tinggi menjadi korban penipuan investasi.
Temuan ini mengejutkan mengingat hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada tahun 2022 yang menunjukkan bahwa literasi keuangan masyarakat umumnya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan mereka.
Kepala Eksekutif Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyatakan bahwa pihaknya sering menemukan kasus di mana individu dengan latar belakang pendidikan tinggi justru menjadi korban penipuan.
"Bukan hanya terkait dengan aktivitas keuangan ilegal, tetapi juga Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) resmi," ungkap Friderica dalam siaran pers, Selasa 11 Juni 2024.
Fenomena ini menyoroti bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tidak selalu menjadi jaminan seseorang terhindar dari jeratan penipuan investasi. Banyaknya penipuan yang semakin canggih dan terselubung membuat masyarakat berpendidikan tinggi tetap rentan terhadap modus-modus baru yang sulit dikenali.
“Mereka mendepositokan uang mereka tidak masuk secara resmi, misalnya dititipkan kepada orang yang mereka sudah percaya seperti sales atau agen. Misalnya nasabah-nasabah prioritas, saking percayanya kadang-kadang mereka mau menandatangani blanko kosong, itu yang banyak menyebabkan terjadi sengketa antara konsumen,” kata Friderica Widyasari Dewi, Senin (10/6/2024).
Friderica Widyasari mengatakan bahwa literasi keuangan kepada masyarakat harus terus diupayakan.
Dia menyebut OJK melalui Satuan Tugas Pemberantas Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) juga terus melakukan program edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap berbagai penawaran investasi ilegal, yakni melalui seminar, iklan layanan masyarakat dan lain-lain. Kiki menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat berpendidikan masih menjadi korban penipuan.
Salah satunya, yakni, secata psikologis orang tersebut yang berharap keuntungan tinggi dengan cepat.
“Konsumen yang tanda kutip mereka berpendidikan dengan uang yang cukup besar kemudian masuk diiming-imingi oleh return yang sangat tinggi dan tidak masuk akal,” kata Friderica Widyasari.
Kemudian, kurangnya akses formal seperti perbankan yang mungkin membuat masyarakat beralih ke investasi ilegal. Tidak hanya sampai disitu, perkembangan teknologi juga dapat menjadi faktor seseorang menjadi korban penipuan.
Menurut Kiki, dengan perkembangan teknologi, semakin memudahkan penyebaran informasi termasuk hoaks. Selain itu, Kiki mengatakan modus operandi penipu semakin canggih karena mereka juga melakukan inovasi.
Dia mengajak semua pihak untuk meningkatkan literasi keuangan kepada masyarakat, terutama terkait dengan bahaya investasi ilegal serta bahaya perilaku yang tidak berhati-hati.
“Miisalnya tadi percaya saja, kemudian kalau ada apa-apa menyalahkan PUJK padahal ternyata itu oknum karena konsumen sendiri tidak bertanggung jawab perilakunya, bagaimana dia juga harus berperilaku berhati-hati,” pungkas Friderica Widyasari.