Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro dan Pandangannya tentang ChatGPT
Meskipun memudahkan dalam pengerjaan tugas dan karya dalam bentuk teks, kehadiran ChatGPT sebetulnya berpotensi mengancam eksistensi manusia dalam bidang tenaga kerja.
Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro (Tempo)
PINTOE.CO – Presiden Prabowo menunjuk cendekiawan Satryo Soemantri Brodjonegoro sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek). Sosok menteri berlatak belakang pendidik ini memberi perhatian serius terhadap kehadiran artificial intelligence, terkhusus program ChatGPT dan sejenisnya.
Dalam amatan Satryo, kehadiran ChatGPT langsung mengubah perilaku civitas akademika, baik itu dosen maupun mahasiswa. Dalam mengerjakan tugas kuliah maupun karya ilmiah, dosen dan mahasiswa mulai mengandalkan ChatGPT untuk menghasilkan teks dalam waktu cepat.
Sebelum jadi menteri, Satryo aktif mengomentari kehadiran serta dampak penggunaan ChatGPT. Dalam artikel berjudul “Hakikat Pendidikan” yang terbit di koran Kompas edisi 10 Februari 2023, Satryo menyebut ChatGPT ampuh membantu para mahasiswa dalam menyelesaikan ujian tersulit yang diberikan dosen mereka. ChatGPT berhasil membuat proses transfer ilmu jadi lebih cepat dan besar cakupannya.
“Namun, hakikat pendidikan tak sekadar transfer ilmu tetapi juga pembentukan karakter bermartabat,” tulis Satryo. Martabat manusia hanya bisa dibangun dan dipertahankan oleh manusia.
AI atau kecerdasan buatan bukan penentu bermartabah atau tidaknya seseorang. Hal ini karena “menusia mempunya akal yang tidak dimiliki AI”.
Meskipun memudahkan dalam pengerjaan tugas dan karya dalam bentuk teks, kehadiran ChatGPT sebetulnya berpotensi mengancam eksistensi manusia dalam bidang tenaga kerja.
“Hal ini merisaukan para pembuat gim, pembuat film, jurnalis, guru, dosen, dokter, petugas keuangan, perekayasa perangkat lunak, perancang grafis, dan berbagai profesi lain karena pekerjaan mereka dapat segera diambil alih oleh ChatGPT hanya dalam waktu maksimal 30 detik per perintah,” kata Satryo.
Karena memiliki kemampuan dahsyat dan cepat, hampir semua pekerjaan bisa diselesaikan oleh AI. Namun, pendidikan yang tujuannya untuk membangun martabat tidak dapat digantikan oleh AI atau ChatGPT. Tetap diperlukan kehadiran guru atau dosen untuk melatih mahasiswa menjadi insan yang bermartabat.
Latihan itu, utamanya, ditunjukkan oleh para pengajar dengan keteladanan dalam perilaku sehari-hari. Penghadiran keteladanan ini tidak bisa diambil alih oleh AI.
“Secanggih apa pun teknologi yang berkembang, manusialah yang menentukan pemanfaatannya untuk kemanusiaan,” Satryo menutup artikelnya.