Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro: Perguruan Tinggi tak Perlu Di-Ranking
Sejumlah lembaga membuat ranking perguruan tinggi salah satunya untuk tujuan bisnis. Kampus mesti membayar sejumlah uang untuk mengikuti pemeringkatan tersebut.

Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro (Kompas)
PINTOE.CO - Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro menyatakan bahwa ia tak setuju dengan adanya pemeringkatan perguruan tinggi. Termasuk pemeringkatan perguruan tinggi yang dilakukan lembaga-lembaga pemeringkat perguruan tinggi dunia seperti QS maupun THE WUR.
Menurut Satryo pemeringkatan tersebut tidak perlu dijadikan patokan.
"Saya kalau ada orang yang bikin ranking saya agak kurang setuju. Sudah, enggak usah di-ranking-lah. Oleh karena itu saya katakan (perguruan tinggi) kita enggak perlu ranking," kata Satryo dikutip dari pemberitaan Medcom.id pada Selasa, 10 Desember 2024.
Satryo menjelaskan, pemeringkatan atau ranking itu bahkan kerap dipakai perguruan tinggi untuk membangun citranya. Oleh sebab tak setuju dengan cara ini, Satryo pun menegaskan ingin mengubah hal tersebut.
"Nah ini kita mau ubah. Penamaan kampus tidak perlu pakai ranking. Saya enggak setuju ranking, saya enggak percaya ranking," dia menegaskan.
Satryo juga mengungkapkan bahwa sejumlah lembaga membuat ranking perguruan tinggi salah satunya untuk tujuan bisnis. Kampus mesti membayar sejumlah uang untuk mengikuti pemeringkatan tersebut. Hal ini sungguh memprihatinkan sebab membayar lembaga pemeringkatan membuat pengeluaran kampus makin membengkak.
"Kalau dia mau silakan, tapi jangan membebani (mahasiswa). Nah jadi enggak pakai ranking, sehingga mereka tidak perlu mengejar jumlah mahasiswa. Yang penting kita mau lihat dampaknya kampus pada masyarakat seperti apa, manfaatnya," ujarnya.
Untuk membangun citra baik dan agar dipercaya masyarakat, Satryo lebih mendorong kampus untuk mengembangkan keunikan kampus.
"Tapi kalau kampus harus punya keunikan, itu betul. Harus unik, supaya orang nyari bukan karena daftar di mana-mana enggak dapet baru pindah ke situ. Kalau dia unik, dia pasti jadi tujuan pertama dari pelamar. Apa keunikannya? Terserah, ada macam-macam yang bisa dijadikan keunikan," terangnya.
Untuk membangun citra, kata Satryo, kampus harus unik dan memiliki misi yang jelas. Sebab menurut Satryo, keberadaan kampus harus bermanfaat bagi masyarakat.
"Jadi kita tanya masyarakat. Kalau masyarakat setuju kampus itu, dia mau masuk, enggak ada masalah," terang Satryo.
Untuk itu ke depannya, definisi mutu bukan lagi peringkat atau standar, tapi lebih kepada apakah perguruan tinggi tersebut mampu memenuhi janjinya kepada masyarakat," tegasnya.
"Misalnya kampus berjanji, kalau kamu masuk kampus sini akan menciptakan orang intelektual, iman, taqwa, sehat, sejahtera, etika, semua. Bisa enggak seperti itu? Sederhana saja, misalnya ada kampus yang punya target 2 atau 3 lulusannya itu pasti akan bekerja di perusahaan internasional, apakah betul tercapai sama dia. Misi seperti itu laku sekali," pungkasnya.[]