Lembaga pemerintahan harus terbuka untuk bisa diakses oleh publik, terutama anggaran dan bantuan untuk para korban konflik yang ada di lembaga BRA

Cegah Penyelewengan Bantuan Korban Konflik, Alfian: BRA Harus Membuka Diri

Koordinator MaTA, Alfian

PINTOE.CO - Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menyebut bahwa partisipasi publik sangat penting untuk mencegah penyelewengan anggaran atau bantuan korban konflik yang dikelola oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA).

"Misalnya kelembagaan BRA, saya pikir sudah saatnya membuka diri. Kalau misalnya ada lembaga yang tertutup untuk diakses, itu perlu dibuka. Jadi tidak ada khilafiah bahwa itu harus ditutupi karena dia bagian dari lembaga publik," kata Alfian kepada Pintoe.co, Rabu, 13 November 2024.

Ia menjelaskan, lembaga pemerintahan harus terbuka untuk bisa diakses oleh publik, terutama anggaran dan bantuan untuk para korban konflik yang ada di lembaga BRA.

"Proses pengawasannya juga sama. Artinya partisipasi publik dalam proses mengawasi kelembagaan pemerintah apalagi itu adalah sebuah lembaga publik sama ruangnya," ujar Alfian.

Alfian menyebut, bahwa ruang partisipasi publik wajib terbuka dan tidak boleh dibatasi. Salah satunya, seperti konsultasi dan sosialisasi terkait pembangunan kepada masyarakat. 

"Salah satu skemanya misalnya, ketika membangun proses perencanaan dalam pertahun misalnya tahun 2025 badan publik ini mau ngapain. Sehingga di sana juga perlu dibuka apa peran masyarakat sipil, apa peran hak-hak korban, atau pun sesuai dengan mandat lembaga ini dibentuk. Jadi, proses partisipasi ini terbuka," jelasnya.

Baca Juga : MaTA Desak Tersangka Korupsi BRA Bongkar Penikmat Aliran Dana Rp15,7 Miliar di Persidangan

Dalam proses perencanaan, kata dia, tidak hanya membahas soal kebijakan dari atas ke bawah, akan tetapi harus ada masukan serta aspirasi yang ditampung serta dirancang dalam program-program untuk satu tahun.

"Itu sama dengan proses perencanaan anggaran mulai dari perencanaan dan pembahasan, itu ruang publik terbuka di sana," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, proyek bantuan bibit ikan sebesar Rp 15,7 miliar untuk korban konflik dikorupsi. 

Kasus itu sudah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Aceh bersama Kejaksaan Negeri Aceh Timur.

Dalam persidangan, sejumlah saksi mengaku tak menerima bantuan itu.  

Proyek ini dimulai pada 7 Desember-30 Desember 2023 bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh Perubahan (APBA) 2023.

Ketua BRA Suhendri bersama empat orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka. Meraka sudah ditahan 15 Oktober 2024 lalu.[]

Baca Juga : Disebut Sebagai Pemilik Pokir Proyek Fiktif BRA Rp 15 Miliar, JPU Didesak Hadirkan Pon Yahya di Persidangan

 

Editor: Zulkarnaini

mata bantuankorbankonflik brakorupsi