Rahman dan Tursina dapat sepeda baru dari Pj Gubernur Aceh.

Obrolan Santai Istri Bustami Hamzah dengan Bocah Kerempeng Padang Tiji yang Viral

Jam tanpa jarum jam di depan gubuk keluarga Tursina | Foto: Bisma Yadhi Putra/Pintoe.co

Di balai depan gubuk tempat ia tinggal, Rahman duduk sambil memeluk kedua kakinya. Posisi duduk seperti ini biasanya dilakukan orang yang tengah sedih, putus asa, depresi, ketakutan, lapar, atau kehilangan harapan.

Rahman tampak lesu. Tubuh kerempengnya terlihat jelas karena tidak pakai baju. Sejak pulang sekolah siang tadi, ia cuma mengenakan celana panjang SD berwarna merah. Dia duduk membelakangi tas sekolah bergambar Spider-Man dan sebuah kipas angin kecil yang putaran baling-balingnya nyaris tak bersuara.

Gubuk tempat Rahman tinggal berada di tepi sungai yang “dihiasi” sampah-sampah plastik. Ukurannya sekitar tiga kali tiga meter. Kayu-kayunya sudah berayap. Di antara pohon pisang yang berdiri di tepi sungai, direntangkan tali jemuran. Di dinding depan gubuk tersangkut sebuah jam tanpa jarum jam. Sebuah balai kecil dibuat di teras, tempat biasa Rahman bersantai.

Di dalam gubuk ada dua buah tempat tidur. Yang utama adalah ranjang agak tinggi berkaki bambu. Di ranjang ini kira-kira muat empat orang. Satunya lagi merupakan kursi kayu panjang yang cuma muat untuk satu orang. Masing-masing tempat tidur ada kelambunya.

Ketika melihat ada banyak orang datang ke gubuknya pada Kamis sore kemarin, ekspresi Rahman datar saja. Dia seperti tak bersemangat menyambut tamu. Yang tersenyum ramah dan berseri-seri cuma Tursina, kakak kedua Rahman.

Baru-baru ini, Tursina viral di TikTok dan surat kabar elektronik. Anak dara ini diberitakan sakit karena kelaparan sehingga berhari-hari tak masuk sekolah. Kata berita, keluarga Tursina kadang tak makan karena terlampau miskin.

Kabar itulah yang membuat istri Pj Gubernur Aceh Bustami Hamzah terenyuh. Begitu mendengar kabar ada anak kelaparan di Padang Tiji, Mellani Subarni lekas mengabari suaminya lalu memerintahkan para stafnya untuk merencanakan kunjungan. Kamis sore, 8 Agustus 2024, Mellani pun tiba di gubuk itu. Lokasinya di Gampong Tuha Gogo, Kecamatan Padang Tiji, Pidie.

Hanya saja, waktu itu hanya ada Tursina dan Rahman di gubuk. Kakak mereka sedang jualan buah-buahan di pinggir jalan. Sementara ayah-ibu mereka sudah pergi dengan si bungsu entah ke mana. Menurut beberapa tetangga, orangtua Tursina sering bepergian dengan becak barang. Mereka membawa daun pisang untuk dijual ke warung-warung mi Aceh.

Bahkan, ada pula informasi yang menyebutkan pasangan suami-istri ini mengemis di berbagai tempat. Si bungsu sengaja dibawa untuk memancing iba umum. Berdasarkan dokumen kependudukan yang diperlihatkan Keuchik Tuha Gogo kepada Pintoe.co, si bungsu bernama Aulia dan masih berumur tujuh tahun.

Gubuk Tursina (Foto: Bisma Yadhi Putra/Pintoe.co)

Mellani datang ke gubuk Tursina dengan penampilan sederhana. Dandanannya seperti alakadar. Dari jauh, ia malahan terlihat seperti tidak make up. Mungkin Mellani tidak mau tampil mencolok agar mudah dekat dengan orang-orang kampung, terutama anak-anak.

Dalam kunjungan itu, Mellani membawa sejumlah bantuan untuk keluarga Tursina. Ada telur, beras, susu, dan bahan makanan lain. Ada pula alas tidur. Alas tidur baru dan empuk ini diberikan agar Tursina dan adik-kakaknya bisa tidur enak. Selama ini, mereka tidur di atas papan beralaskan ambal lusuh.

Selain bantuan, Mellani juga membawa serbaneka kue dengan nampan-nampan. Melihat ada banyak kue, segerombolan bocah yang mulanya menonton kedatangan Mellani langsung mendekat. Salah satu bocah mengenakan baju Liverpool, klub Liga Inggris yang pernah puluhan tahun miskin gelar.

Mellani mengawali pertemuan dengan menanyakan kabar Tursina dan Rahman. Keduanya mengaku baik. Ketiganya mengobrol santai dengan bahasa Aceh. Tursina menjelaskan bahwa dia murid kelas dua madrasah sanawiyah, sedangkan Rahman masih SD. Kakak mereka, Fitria, tidak melanjutkan sekolah ke tingkat menengah atas.

Sepulang sekolah hingga jatuh dalam kantuk malam hari, Tursina tidak ke mana-mana. Dia sebetulnya ingin ikut pengajian malam, tetapi takut dikejar anjing. “Malam di rumah saja. Tidak berani pergi karena ada anjing di situ, di depan sana dekat kandang lembu orang. Pernah dikejar sama anjing itu,” cerita Tursina.

Mellani Subarni, Rahman (memeluk kaki), dan Tursina (berselendang biru)

Karena sejak tadi Rahman lebih banyak diam seraya memeluk kakinya, Mellani coba membangun kedekatan dengan anak “kosong” ini. Saat ditanyai Mellani cita-citanya apa, Rahman seperti kebingungan dan tak tertarik.

Pane na jeut meunan. Beu seumangat lah bacut. Pu lom ureueng agam, aneuk agam. Jeut pu wate ka rayeuk, pu hawa? Jeut keu pilot, jeut keu teuntra, polisi, jeut keu seleb?” ucap Mellani menggoda Rahman. Tetapi, yang digoda cuma diam.

Mellani coba mendekati Rahman lagi dengan menanyakan aktivitas sekolah sehari-hari. Cara Rahman menjawab “interogasi” Mellani bikin orang-orang yang hadir makin terkekeh.

“Bagaimana sekolah?” tanya Mellani. Rahman cuma diam.
“Bagaimana? Sekolahnya bagaimana? Jauh dari sini? Jam berapa berangkat?” tanya Mellani lagi.
“Telat-telat,” jawab Rahman tanpa rasa bersalah.
“Telat-telat? Kenapa telat-telat?” selidik Mellani.
“Telat bangun tidur,” jawab Rahman enteng.
“Telat bangun? Jangan telat-telat bangun. Telat bangun tidur, telat sampai sekolah. Telat bangun ya telatlah,” Mellani menasihati.

Rahman harus jalan kaki beberapa ratus meter agar tiba di sekolahnya. Sementara Tursina berjalan kaki juga, tetapi cuma sampai jalan raya. Dari jalan raya ia akan naik angkutan labi-labi ke sekolah.

Untuk sekali pergi-pulang sekolah, Tursina butuh ongkos Rp6.000. Kadang-kadang, ongkos tidak ada. Mellani kemudian menawarkan sepeda kepada Rahman dan Tursina supaya mudah ke sekolah. Ditawari sepeda oleh istri gubernur, Rahman yang semula loyo tiba-tiba jadi semangat.

“Adik naik sepeda mau? Ibu beli sepeda supaya rajin pergi sekolah mau?”
“Boleh,” jawab Rahman semangat.
“Besok ya ibu bawa sepedanya,” Mellani berjanji.
“Tidak cukup satu,” ucap Rahman dengan maksud agar kakaknya juga dibelikan sepeda.
Ka bereh,” Mellani meyakinkan.
“Tapi janji jangan telat-telat bangun lagi bisa? Mau janji? Kalau telat bangun tidur, naik sepeda ke sekolah tetap telat. Naik honda pun telat,” Mellani memberi syarat.

Keesokannya, Jumat siang, 9 Agustus 2024, dua buah sepeda yang Mellani janjikan tiba di rumah Tursina dan Rahman. Sepeda itu sejatinya dibeli oleh Pj Gubernur Aceh Bustami Hamzah dan dititipkan lewat para staf istrinya. Rahman dan Tursina sangat senang dapat sepeda dari gubernur.

Sepeda dari Bustami Hamzah untuk Tursina dan Rahman (Foto: Humas Pemerintah Aceh)

Setelah Mellani Subarni dan rombongan meninggalkan gubuk, Pintoe.co sempat berbincang sebentar dengan Tursina. Sambil ditemati beberapa ibu-ibu tetangganya, Tursina menjelaskan dia sering sakit-sakitan. “Kadang-kadang sampai seminggu saya sakit, pak. Digigit nyamuk setiap malam di sini, pak,” kata Tursina. 

Nyamuk memang banyak sekali di gubuk tersebut karena letaknya di tengah kebun dan terasing dari permukiman kampung.

Setelah tanya jawab dengan Tursina, Pintoe.co pamit pulang. Namun, tiba-tiba seorang ibu meminta dengan halus agar keluarga Tursina diberikan bantuan lebih banyak. Tetapi, seorang ibu lainnya menyanggah.

“Jangan bantuan bapak kirim ke sini. Bantuan sudah banyak, pak,” kata perempuan tersebut.
“Apa jadi yang harus dikirim?”
“Laki-laki calon suami yang dia belum punya. Itu saja bapak kirim. Calon suami yang sangat mendesak sekarang, pak,” dia berseloroh.
“Nanti saya bilang sama gubernur,” kata Bisma Yadhi Putra dari Pintoe.co.[]

mellanisubarni bustamihamzah kemiskinanaceh padangtiji gampungtuhagogo