Polri Bongkar Kasus Pornografi Online Anak Lewat Aplikasi Telegram
Bareskrim Polri menangkap total 58 orang tersangka dari 47 kasus penyebaran konten pornografi anak selama periode Mei-November 2024 dari hasil pengungkapan di seluruh wilayah Indonesia.
Selama Mei-November 2024, Polri membongkar 47 kasus pornografi anak dan membekuk 58 tersangka I Foto: Rumondang N/detikcom
PINTOE.CO - Bareskrim Polri menangkap total 58 orang tersangka dari 47 kasus penyebaran konten pornografi anak selama periode Mei-November 2024.
Wakil Direktur Tindak Pidana Siber (Wadirtipidsiber) Bareskrim Polri, Kombes Dani Kustoni, mengatakan puluhan tersangka itu ditangkap dari hasil pengungkapan yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia.
"Telah melakukan pengungkapan kasus pornografi online anak yang dimulai dari Mei sampai November 2024, yaitu sebanyak 47 kasus dengan 58 tersangka," kata Dani dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 13 November 2024.
Selain melakukan pengungkapan kasus, Bareskrim juga mengajukan pemblokiran terhadap sekitar 15.659 situs pornografi kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
"Serta telah mengajukan blokir situs pornografi online sebanyak 15.659 situs dan melakukan himbauan sebanyak 589 link kepada masyarakat," ujarnya.
Dani menjelaskan dari puluhan kasus yang diungkap, ada beberapa kasus eksploitasi anak dan penyebaran konten pornografi yang menonjol. Kasus pertama, kata dia, berhasil diungkap pada Oktober 2024 dengan pelaku berinisial OS.
Dani menjelaskan pelaku OS bertugas mengelola sekitar 27 situs yang berisi konten pornografi anak-anak dan dewasa. Salah satu situsnya bernama bokep.cfd. Situs ini dikelola pelaku sejak 2015.
"Modus operandi dari tersangka, yaitu mulai dari mencari konten video porno, kemudian membuat website, dan mengunggah, serta mengelola website secara mandiri," jelasnya.
Selama menjalankan aksinya, dia menyebut tersangka OS mendapat keuntungan ratusan juta rupiah dari hasil mengelola situs porno tersebut. Aksi itu dilakukan OS sembari bekerja sebagai tenaga honorer menjadi admin atau pengelola situs desa di Kantor Desa wilayah Pangandaran.
"Keuntungan mencapai ratusan juta rupiah dari adsense, yaitu pemasukan berupa pembagian keuntungan dari Google untuk setiap iklan yang diklik oleh pengunjung situs," ujarnya.
Kasus kedua, kata dia, juga berhasil diungkap pada bulan Oktober yang melibatkan tiga pelaku berinisial MS, S, dan SHP. Ketiganya bekerja sama mengelola grup Telegram yang berisi konten pornografi anak hingga seks sesama jenis.
Dani mengatakan dalam grup yang bernama Meguru Sensei dan Acil Sunda itu terdapat konten video pornografi Anak, bahkan yang diperankan langsung oleh para pelaku tersebut.
Lebih lanjut, dia menyebut ketiga pelaku menetapkan tarif senilai Rp50 ribu-Rp300 ribu bagi mereka yang ingin masuk ke dalam grup Telegram tersebut.
Berdasarkan data terakhir yang didapati penyidik, kata dia, terdapat 2.701 member yang tergabung dalam grup Telegram Meguru Sensei, sedangkan grup Acil Sunda terdapat 2.222 member.
"Berisi adegan asusila dengan anak di bawah umur dan adegan asusila sesama jenis atau sesama pria," ungkap Dani.
Dani menuturkan para pelaku saling membagi peran dalam melancarkan aksinya. Tersangka MS berperan mencari dan mengunduh video porno untuk disebarkan di grup Telegram Meguru Sensei.
Sementara itu, pelaku S dan SHP berperan menjadi pemeran dalam konten porno dan juga mencari anak yang dijadikan sebagai lawan main. Konten porno yang dibuat S dan SHP disebarkan di grup Telegram Acil Sunda.
"Tersangka juga yang mencari talent serta beradegan asusila dengan anak di bawah umur dan merekamnya menjadi sebuah konten video asusila," tuturnya.
Menurut Dani, tersangka S dan SHP juga mengiming-imingi anak di bawah umur mendapat keuntungan besar apabila bersedia menjadi lawan main.
"Dijanjikan akan mendapatkan bagian dari hasil video yang dijual," pungkasnya.[]
Editor: Lia Dali