Cuma memang keberadaan BRA menjadi dilamatis ketika pengurusnya disitu juga punya afiliasi politik

Akademisi: Kehadiran BRA Jadi Masalah Bila Pengurus Berafiliasi ke Partai Politik

Akademisi Universitas Malikussaleh (Unimal), Teuku Kemal Fasya

PINTOE.CO - Akademisi Universitas Malikussaleh (Unimal), Teuku Kemal Fasya, menyebutkan tugas Badan Reintegrasi Aceh (BRA) seharusnya membantu korban konflik di Aceh. Namun, menurutnya, keberadaan BRA menjadi rumit ketika para pengurusnya terlibat dalam politik.

"Cuma memang keberadaan BRA menjadi dilamatis ketika pengurusnya disitu juga punya afiliasi politik," kata Kemal Fasya kepada Pintoe.co, Kamis, 14 November 2024.

Menurut Kemal, boleh saja para pengurus BRA punya afiliasi politik dengan partai tertentu. Namun, ia menekankan bahwa ketika skema bantuan harus didasarkan pada parameter yang sudah ditetapkan.

"Siapa yang bisa menerima yaitu pertama korban konflik. Korban konflik ini orang-orang yang di stigmatisasi dulu itu sebagai kelompok separatis atau GAM atau keluarganya," katanya.

"Jadi orang-orang ini pun yang diidentifikasi oleh KKR sebagai korban itu menjadi orang yang berhak menerima bantuan," tambahnya.

Ia mengatakan, kasus-kasus sebelumnya menjadikan skema bantuan tidak tersalurkan dengan tepat. Sehingga terjadi prilaku koruptif karena mekanisme kebijakan yang tidak transparan.

"Tapi mekanisme dalam kebijakan anggaran dan peruntukannya itu ada yang tidak tepat dan kemudian itu dianggap sebagai ruang koruptif," jelasnya.

Ia menilai, permasalahan transparansi anggaran tidak hanya terjadi di BRA, tapi juga di banyak kedinasan. Dimana ketika pola implementasi bantuan atau peruntukan objek kegiatan yang tidak tepat serta tidak transparan.

"Yang tidak boleh adalah ketika anggaran itu dipolitisasi untuk kepentingan yang tidak tepat. Misal, anggaran itu menjadi bancakan untuk kepentingan partai politik itu yang paling salah dan ruang koruptifnya ada di situ," tuturnya.

Terkait apakah anggaran BRA dinikmati oleh petinggi Partai Aceh, Kemal belum mendapat informasi valid. 

"Apakah PA (Partai Aceh) mengambil untung dari Ketua BRA, itu saya belum mendapatkan data yang cukup valid," ujarnya.

Kemal menuturkan, mekanisme pendistribusian dana bantuan korban konflik harus menggunakan prinsip-prinsip manajemen yakni akuntabilitas dan transparansi.

"Misalnya, kan sudah ada daftar penerima itu dibuka ke publik agar publik bisa mengecek, oh ini betul korban konflik, oh ini bukan korban konflik'. Jadi ini juga tidak makin memperburuk citra eks kombatan dan korban konflik," pungkas Kemal.

Sebelumnya, diberitakan bahwa dana bantuan BRA untuk korban konflik sebesar Rp 15,7 miliar yang seharusnya digunakan untuk pengadaan bibit ikan kakap, justru dikorupsi. Dana tersebut dimaksudkan untuk membantu korban konflik, namun bantuan tidak sampai ke penerima yang berhak.

Ketua BRA Suhendri bersama enam tersangka lain yang diduga terlibat dalam kasus proyek fiktif korban konflik telah ditahan dan sedang menjalani sidang di Pengadilan Negeri Banda Aceh. []

 

Editor: Zulkarnaini

bra bantuan korban konflik dikorupsi