Mengenal Metode Bagi Hasil Migas Gross Split
Metode ini disebut-sebut lebih baik dari metode sebelumnya yaitu Cost Recovery.
Metode bagi hasil antara pemerintah dan kontraktor migas
PINTOE.CO – Dalam mewujudkan pengelolaan minyak dan gas (migas) yang berkeadilan serta pembagian hasil yang berorientasi pada peningkatan efisiensi dan efektivitas produksi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerapkan metode Gross Split.
Hal ini ditetapkan pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Dilansir dari situs resmi Kementerian ESDM esdm.go.id, kontrak bagi hasil Gross Split adalah suatu kontrak bagi hasil dalam kegiatan usaha hulu migas berdasarkan prinsip pembagian gross (pendapatan kotor sebelum dikenakan pajak) produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.
Bagaimana pula perhitungan metode ini?
Perhitungan awalnya terletak pada persentase mekanisme bagi hasil awal (base split) antara pemerintah dengan kontraktor, yaitu:
a. Sebesar 57% bagian pemerintah dan 43% bagian kontraktor untuk minyak bumi
b. Sebesar 53% bagian pemerintah dan 47% bagian kontraktor untuk gas
Baik pemerintah dan kontraktor dimungkinkan mendapatkan bagian lebih besar dengan penambahan perhitungan dari 10 komponen variabel dan 2 komponen progresif lainnya.
“Pada saat persetujuan pengembangan lapangan, besaran bagi hasil ditetapkan berdasarkan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan dengan komponen variabel dan komponen progresif,” demikian bunyi pasal 6 ayat 1.
Komponen variabel yang dimaksud, antara lain status wilayah kerja, lokasi lapangan, kedalaman reservoir, ketersediaan infrastruktur pendukungan dan kandungan karbon dioksida (CO2). Sementara komponen progresif adalah harga minyak bumi dan jumlah kumulatif produksi migas.
Metode bagi hasil Gross Split juga dinilai sebagai bagian dari bentuk insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada kontraktor minyak.
"Gross split itu bisa dikatakan insentif karena proses birokrasi akan sangat cepat. Dia akan milih teknologi sendiri. Akan pilih seperti apa men-develop lapangan," ujar Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar.
Beberapa insentif (nilai tambah) dalam kontrak migas metode ini:
1. Proses procurement (pengadaan barang dan jasa) yang dilakukan oleh kontraktor migas menjadi lebih sederhana, tidak perlu proses persetujuan yang panjang oleh SKK Migas karena biaya operasi migas sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontraktor
2. Kontraktor dapat meningkatkan persentase tambahan bagi hasil (split) dari base split hingga 7,5% sesuai dengan kekhususan lapangan migas
3. Jika lapangan migas tidak mencapai keekonomian tertentu, maka pemerintah dapat memberikan tambahan split lagi hingga 5%
Dengan kata lain, negara akan mendapatkan bagi hasil migas dan pajak dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sehingga penerimaan negara menjadi lebih pasti. Negara pun tidak akan kehilangan kendali karena penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi dan lifting (proses pemindahan minyak), serta pembagian hasil masih di tangan pemerintah.
Oleh karenanya, penerapan metode ini diyakini lebih baik dari metode bagi hasil sebelumnya, yaitu Cost Recovery. Metode terdahulu ini memberlakukan biaya operasi (cost) yang menjadi tanggungan pemerintah.
Dengan metode Gross Split, biaya operasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontraktor. Karena itu, kontraktor akan terdorong untuk lebih efisien karena dana keuntungan yang diperoleh akan semakin baik.
Adapun penerapan metode bagi hasil Gross Split pertama kali diterapkan pada Blok ONWJ (Offshore North West Java) PT Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ pada 18 Januari 2017, dengan bagi hasil minyak bumi untuk negara sebesar 42,5% dan PHE ONWJ sebagai kontraktor sebesar 57,5%.[]