Guru Besar Hukum Pidana Unej: Kesopanan Terdakwa di Pengadilan Tidak Seharusnya Ringankan Hukuman
Kemungkinan seorang terdakwa bersikap tidak sopan di persidangan sangat kecil, seperti mengamuk atau berkata kasar di hadapan majelis hakim.

Terdakwa Harvey Moeis bersama istrinya artis Sandra Dewi saat mengikuti sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah I Foto: ANTARA
PINTOE.CO - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember (Unej), Prof. Arief Amrullah, mengatakan sikap sopan terdakwa dalam persidangan tidak layak dijadikan alasan untuk meringankan hukuman pidana.
Prof. Arief mengatakan hal tersebut sebagai tanggapan terhadap pertimbangan yang meringankan hukuman bagi terdakwa Harvey Moeis dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada periode 2015–2022.
“Siapa pun pasti bersikap sopan di pengadilan. Coba saja, siapa yang tidak bersikap sopan saat berhadapan dengan hakim?” ujar Prof. Arief dikutip dari ANTARA.
Dia mengatakan kemungkinan seorang terdakwa bersikap tidak sopan di persidangan sangat kecil.
“Semua terdakwa pasti berpakaian rapi. Tidak mungkin ada yang datang dengan pakaian compang-camping di ruang sidang,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa hampir tidak ada terdakwa yang melakukan tindakan seperti mengamuk atau berkata kasar di hadapan majelis hakim.
“Tidak mungkin di persidangan terdakwa berbicara dengan cara yang tidak pantas. Karena itu, kesopanan seharusnya tidak dijadikan faktor yang meringankan. Penilaian semestinya fokus pada aspek kriminologi, seperti apa motif di balik tindak kejahatan tersebut,” jelas Prof. Arief.
Dalam kasus ini, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 6 tahun dan 6 bulan penjara serta denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan kepada Harvey Moeis pada Senin, 23 Desember 2024.
Hakim mengatakan Harvey terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dalam menjatuhkan putusan tersebut, hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal memberatkan, yaitu perbuatan terdakwa dilakukan saat negara sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan korupsi, sedangkan hal meringankan adalah Harvey dianggap sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan terdakwa belum pernah dihukum.
“Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan selama persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dijatuhi hukuman pidana sebelumnya,” jelas Hakim Ketua Eko Aryanto.
Harvey Moeis bersama sejumlah pihak lain disebut merugikan keuangan negara sejumlah Rp300,003 triliun berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).
Harvey dan crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim (berkas perkara terpisah) disebut menerima Rp420 miliar dengan masing-masing mendapat Rp210 miliar.
Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Harvey Moeis dengan pidana 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Dia juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp210 miliar subsider enam tahun penjara.[]
Editor: Lia Dali