Kuasa Hukum Bantah Dakwaan Kerugian Negara Rp15,3 Miliar dalam Kasus Korupsi BRA
Bantahan tersebut disampaikan dalam sidang dengan agenda penyampaian eksepsi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh.
Sidang pembacaan eksepsi dari kuasa hukum terdakwa I Foto: Fauzan/PINTOE.CO
PINTOE.CO - Kuasa hukum terdakwa Suhendri dan Zulfikar, Kamaruddin, membantah dakwaan diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebutkan total kerugian negara sebesar Rp15,3 miliar tidak akurat dan dianggap menyesatkan.
Bantahan tersebut disampaikan dalam sidang dengan agenda penyampaian eksepsi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh.
Sidang tersebut diketuai oleh M. Jamil didampingi dua hakim anggota masing-masing R Dedy dan Heri Alfian, pada Jumat, 15 November 2024.
Kamaruddin menjelaskan dalam surat dakwaan JPU menuduh terdakwa satu Suhendri ikut menerima fee sebesar Rp9,6 miliar lebih. Sementara itu, terdakwa kedua Zulfikar disebut menerima fee Rp1 miliar lebih.
Namun, menurut Kamaruddin total kerugian negara yang disebutkan akibat perbuatan kedua terdakwa dalam dakwaan mencapai Rp15,3 miliar, yang menurut Kamaruddin tidak sesuai dengan fakta.
"Perhitungan total kerugian negara dalam dakwaan JPU membingungkan dan mengandung kesalahan. Berdasarkan perhitungan yang sebenarnya, kerugian negara atau daerah yang diduga disebabkan oleh terdakwa satu dan dua adalah sebesar Rp2,2 miliar, bukan Rp15,3 miliar seperti yang disebutkan dalam dakwaan," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Mantan Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Suhendri, disebut oleh JPU ikut menerima fee sebesar Rp9 miliar lebih dalam korupsi proyek pengadaan budi daya ikan kakap dan pakan rucah untuk korban konflik senilai Rp15,7 miliar.
Hal ini terungkap saat JPU Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh membacakan dakwaan dalam sidang perdana dugaan kasus korupsi di BRA pada Jumat, 8 November 2024.
"Untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain ingin memakai terdakwa satu Suhendri menerima fee sekitar RP9.600.720.648," Kata JPU saat membacakan dakwaan di hadapan majelis hakim.
Selain Suhendri, sejumlah saksi juga disebut menerima fee, seperti saksi Zamzami menerima fee sebesar Rp3 miliar lebih , sementara saksi Muhammad, Mahdi, dan Zulfikar, masing-masing menerima fee senilai Rp750 juta. Saksi lainnya, Hamdani, menerima Rp10 juta.
Muhammad selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Mahdi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Zamzami selaku peminjam perusahaan untuk pelaksanaan pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah serta Hamdani selaku koordinator atau penghubung rekanan penyedia.
JPU menjelaskan bahwa tindakan para terdakwa menyebabkan kerugian negara atau daerah yang mencapai Rp15 miliar lebih.
Seperti diketahui, proyek bantuan bibit ikan itu seharusnya diserahkan kepada sembilan kelompok masyarakat korban konflik di Aceh Timur dengan total anggaran Rp15,7 miliar. Namun, sejumlah saksi menyebut tak menerima bantuan itu.
Proyek ini dimulai pada 7-30 Desember 2023 dengan dana bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh Perubahan (APBA) 2023.
Kejati Aceh bersama Kejaksaan Negeri Aceh Timur mulai menangani kasus ini sejak Mei 2024. Pada 15 Juli 2024, Suhendri bersama empat orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka. Penahanan para tersangka baru dilakukan pada 15 Oktober lalu.[]
Editor: Lia Dali