Ibnu Arhas, dalam memoar saya adalah pelopor dari awal munculnya penyanyi Aceh, dengan lirik lagu-lagu berbahasa Aceh.

In Memoriam Ibnu Arhas: Dramawan Besar itu Telah Pergi

Ibnu Arhas

Pengantar redaksi:
Seniman dan budayawan Aceh Ibnu Arhas meninggal dunia pada 9 Mei 2024 pagi di Banda Aceh dalam usia 72 tahun. Pada era akhir 1970-an hingga dekade 1980-an namanya tenar sebagai penyanyi. Sejumlah lagunya dalam bahasa Aceh terdengar  hingga ke kampung-kampung lewat radio dan kaset-kaset yang diputar di warung kopi. Lagu-lagunya menangkap potret kerisauannya atas kondisi sosial kemasyarakatan pada era itu. Nuansa itu antara lain bisa dirasakan antara lain di lagu Kawen Limong Go, Nanggroe Aceh Lon, Penyaket Buntut, Haji Bengali dan Pergaulan Bebas.    

Namun sesungguhnya, Ibnu Arhas lebih dari sekadar penyanyi. Dia juga aktor sandiwara,  pencipta lagu, politikus sekaligus penceramah agama ternama di Aceh pada masanya.

Budayawan Aceh Nab Bahany AS menuliskan kenangannya bersama Ibnu Arhas dan mengungahnya di Facebook. Pintoe.co telah meminta izin memuat tulisannya di media ini. Berikut tulisan lengkapnya.

***
Pada 27 Ramadhan 1445 H kemarin, saya diundang oleh Ustaz Ameer Hamzah (Ketua MAA Banda Aceh), untuk buka puasa bersama, di sebuah rumah makan kawasan Lambuek, Banda Aceh.

Saya pun datang memenuhi undangan Ustaz Ameer. Begitu masuk rumah makan tersebut, saya lihat Bang Ibnu Arhas sudah duduk di samping Ustaz Ameer Hamzah.

Lalu saya besalaman dengan Ustaz Ameer, Bang Beunu (nama sapaan Ibnu Arhas), dan beberapa rekan lainnya. Tidak banyak memang, hanya 8 orang. Saya pikir ini memang undangan khusus Ustaz Ameer Hamzah utk buka puasa bersama rekan-rekan dekatnya.

Sambil menunggu tibanya waktu berbuka, saya manfaatkan kesempatan ngobrol dengan Bang Ibnu Arhas. Obrolan kami seputar sejarah dan budaya, serta adat istiadat Aceh.

Dalam obrolan itu, saya saya melihat ada kerisauan mendalam dalam diri Ibnu Arhas, menyangkut kondisi nilai-nilai budaya Aceh yg makin tergerus hari ini. Yang dalam obrolan kami sesekali diiyakan oleh Ustaz Ameer Hamzah.

Jarum jam terus bergerak, mendekati waktu berbuka. Beberapa menit kemudian, sirine berbunyi. Lalu kami pun berbuka puasa.

Sambil menyantap makanan yang terhidang di atas meja, saya terus ngobrol dengan Bang Beunu. Sampai kami bersepakat, bahwa setelah lebaran, kami akan melanjutkan obrolannya sambil ngopi-ngopi di tempat yang akan kami sepakati kemudian.

Usai berbuka, karena keburu salat magrib, kami pun berpisah mencari tempat salat magrib terdekat masing-masing.

Tak disangka, pertemuan kami dengan Bang Beunu Arhas pada 27 Ramadan kemarin, adalah pertemuan terakhir saya dengan sosok dramawan legendaris Aceh yang sangat fenomenal, pada era akhir '70-'80-an di Aceh.

Karena, Kamis pagi kemarin (9 Mei 2024) pelopor awal lahirnya lagu-lagu Aceh ini, telah berpulang menghadap Ilahi Rabbi.

Innalillahi Wainna Ilaihi Raji'un. Aceh patut berduka, atas kehilangan sosok seniman legendaris Ibnu Arhas ini.

* * *

Saya mulai mengenal Ibnu Arhas akhir 1970-an. Saat itu, paman saya mengajak saya untuk menonton Sandiwara Sinar Jeumpa, yang dimainkan di kota Samalanga.

Saya yang dibonceng sepeda oleh paman, berangkat dari Ulee Gle Bandar Dua, menuju Samalanga. Saya tidak ingat persis, mungkin usia saya saat itu masih 11 atau 12-san tahun.

Setiba di arena Sandiwara, paman membeli karcis masuk arena sandiwara yang dipagari daun rumbia di sekelilingnya. Saya yang masih anak-anak saat itu tidak beli karcis.

Sebelum sandiwara dimainkan, ada pengarahan dari pimpinan sandiwara Sinar Jeumpa. Saya tidak ingat lagi siapa pimpinannya ketika itu.

Yang pasti, saat sandiwara mulai dimainkan di atas panggung, saya melihat Ibnu Arhas sebagai pemeran utama (anak muda), sangat berwibawa dalam melakoni perannya.

Saya lupa bagaimana jalan ceritanya.  Yang saya ingat, tampilan Ibnu Arhas malam itu sangat tampan, mengenakan jas hitam berkemeja putih.

Setiap kemunculannya dalam adegan demi adegan, dari cerita dalam sandiwara yang saya tonton saat itu, penontonnya semua bertepuk tangan. Karena Ibnu Arhas adalah idola bagi setiap penonton sandiwara Sinar Jeumpa ketika itu.

Seingat saya, saat sandiwara Sinar Jeumpa pecah groupnya dengan Sinar Harapan, Ibnu Arhas menjadi rebutan diantara dua group sandiwara itu.

Kalau saya tak salah ingat, yang pasti orang sangat mengidolakan Ibnu Arhas, sebagai bintang terbaik di atas panggung, dalam memerankan tokoh-tokoh cerita yang dipersembah dalam cerita-cerita sandiwara ketika itu.

Dalam obrolan kami saat buka puasa bersama pada 27 Ramadan kemarin, Bang Beunu mengaku cerita-cerita sejarah Aceh, yang diangkat ke atas panggung sandiwara ketika itu banyak terinspirasi dari membaca buku H.M. Zainuddin, seperti buku "Singa Aceh (Biografi Sultan Iskandar Muda), dan roman sejarah "Jeumpa Atjeh", serta buku "Leburnya Kraton Atjeh", roman sejarah yang ditulis A.G. Mutyara.

*. *. *

Bang Ibnu Arhas yang memerankan sebagai tokoh Hamid dalam cerita sandiwara "Buloh Peurindu". Saya juga tidak ingat lagi, apakah cerita "Boloh Peurindu" dimainkan oleh sandiwara "Sinar Jeumpa" atau oleh sandiwara "Sinar Harapan".

Yang pasti, cerita "Boloh Peurindu" yang pemeran utamanya Ibnu Arhas, atas nama tokoh Hamid yang jatuh cinta pada Hasnah anak Teuku Rayek ( bangsawan Gampong), dalam "Boloh Peurindu" itu, yang kemudian cerita sandiwara "Buloh Peurindu" ini dikasetkan dalam dua volume secara bersambung, dan dapat diputar berulang kali pada tape recorder  untuk didengar bersama-sama keluarga dan tetangga-tetangga dekat.

Dulu, saya ingat betul ayah saya memiliki kedua volume kaset cerita sandiwara "Buloh Peurindu" itu. Yang kasetnya sedang laris manis ketika itu. Tape recorder  milik ayah saya dulu mereknya Nivico, suaranya sangat nyaring dan bersih.

Saya selalu mengajak teman-teman sebaya ke rumah untuk mendengar cerita sandiwara "Boloh Peurindu", yang saya putar kasetnya pada Tip Nivico itu.

Lalu, pada waktu saya disunat-rasulkan. Saat itu, baru beredar kaset lagu Aceh yang dinyanyikan Ibnu Arhas volume pertama, setelah sebelumnya beredar kaset lagu Aceh "Pisang Sale", yang dinyanyikan oleh Ono Sutra musisi dan penyanyi dari Medan.

Kaset perdana Ibnu Arhas, kalau tidak salah memuat sekitar 10-12 lagu di dalamnya. Salah satu lagu yang paling saya sukai dalam kaset perdana Ibnu Arhas ketika itu adalah "Jak Meuranto".

Lirik lagu itu:

"Lon jak meuranto geunap limong thon, pakon adek lon laen tamita, yoh saboh masa tanyoe meujanji, pakon adek ti hana setia.

Han ek lon preh le wahe cut bang, hate lon bimbang takot han negisa. Jinoe cut bang meubel le sosah, adek Syarifah dinoe lon tuka.

Meuribee laen tabi geunantoe, cut adek didroe nyang Abang suka..."

Ibnu Arhas, dalam memoar saya adalah pelopor dari awal munculnya penyanyi Aceh, dengan lirik lagu-lagu berbahasa Aceh. Saya sangat menikmati dunia Ibnu Arhas, baik sebagai dramawan maupun sebagai penyanyi Aceh sejak akhir 1970-an hingga dekade 1980-an.

Alfatihah untuk legendaris kita Bang Ibnu Arhas, yang kini telah meninggalkan kita semua.[]

Penulis Nab Bahany AS adalah budayawan Aceh

ibnuarhas budayawanaceh inmemoriam pintoe nabbahany