Komdigi Masih Pelajari Manfaat dan Ancaman DeepSeek meski Diblokir Banyak Negara
DeepSeek mengembangkan model bahasa besar (LLM) open-source yang dirancang untuk menyaingi model-model terkemuka, seperti ChatGPT dari OpenAI.

Komdigi belum dapat memastikan apakah pemerintah juga akan memblokir model AI asal China, DeepSeek, menyusul pemblokiran di berbagai negara I Foto: Andrey Rudakov/Bloomberg
PINTOE.CO - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, belum dapat memastikan apakah pemerintah Indonesia juga akan memblokir model AI asal China, DeepSeek, menyusul pemblokiran di berbagai negara karena khawatir atas keamanan data dan privasi pengguna.
“Kita masih mempelajari perkembangannya karena ini kan inovasi-inovasi teknologi dan kita melihat tentu saja apa yang dihasilkan oleh DeepSeek itu bisa menjadi satu alternatif,” ujarnya di kantor Komdigi, Senin, 17 Februari 2025.
“Dan kita sebagai negara yang tengah mengembangkan teknologi kecerdasan buatan ini tentu saja membuka, melihat, dan mempelajari berbagai macam perkembangan yang terjadi,” lanjut Nezar.
Sebelumnya, Plt Kepala Pusat Kebijakan Strategis Komdigi, Oki Suryowahono, mengatakan Kemkomdigi sedang mengkaji manfaat dan potensi ancaman aplikasi chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) asal China tersebut.
“Apakah memang benar menjadi suatu ancaman seperti itu atau mungkin sebenarnya kita enggak tahu ada masalah apa antara DeepSeek ini dengan kompetitor-kompetitornya,” ujarnya dikutip dari Antara.
Oki mengatakan Komdigi sebagai kementerian yang mengawasi ruang digital juga akan lebih berhati-hati dengan perkembangan DeepSeek sambil mempelajari lebih jauh terkait AI tersebut.
"Jangan sampai kita juga terlalu gegabah, tiba-tiba memblok DeepSeek. Mungkin ada banyak juga orang yang terbantu dengan DeepSeek," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Communication and Information System Security Research Center (Cissrec) Pratama Persadha, mengatakan muncul kekhawatiran yang cukup mendalam terkait pengelolaan data pengguna DeepSeek. Menurutnya, data pengguna DeepSeek dikirim dan disimpan di server yang berada di China.
Negara itu juga memiliki regulasi yang memungkinkan pemerintah dapat mengakses informasi pengguna setiap aplikasi asal China, kecuali DeepSeek. Kondisi ini berbeda dari negara-negara Barat yang menerapkan privasi standar terhadap data pribadi milik pengguna aplikasi.
“Dugaan DeepSeek AI tidak mengelola data pengguna dengan baik semakin memperkuat kekhawatiran mengenai potensi kebocoran atau mengarahkan data pribadi,” kata Pratama dikutip dari Kompas.
DeepSeek sendiri merupakan perusahaan AI asal China yang didirikan pada tahun 2023 di Hangzhou oleh Liang Wenfeng. Perusahaan ini model bahasa besar (LLM) mengembangkan open-source yang dirancang untuk menyaingi model-model terkemuka, seperti ChatGPT dari OpenAI.
DeepSeek-R1 diklaim memiliki kinerja setara dengan model terkemuka lainnya, tetapi biaya pengembangannya jauh lebih rendah.
Model ini dikembangkan dengan anggaran sekitar US$6 juta (sekitar Rp97 miliar), jauh lebih sedikit dibandingkan dengan ratusan juta hingga miliaran dolar yang dihabiskan oleh pesaing, seperti OpenAI dan Anthropic.[]
Editor: Lia Dali