Runtuhnya Misi Teknologi Paslon 02 di Pilgub Aceh
Itu satu pertanda bahwa pihak 02 masih belum beranjak dari pola politik konflik ke politik damai. Cara meraih kekuasaan dengan cara konflik ini sangat berbahaya bagi penguatan demokrasi Aceh.

Alat perekam dan penjernih suara yang dipakai Bustami untuk dokumentasi internal | Kolase foto by Pintoe.co
PINTOE.CO - Insiden kericuhan yang berakibat gagalnya debat ketiga menjadi bukti runtuhnya misi teknologi yang diusung oleh calon gubernur dan wakil gubernur Aceh nomor urut 02.
Pihak 02 gagal paham dalam memahami teknologi paling sederhana dan sudah akrab dipakai oleh berbagai kalangan, khususnya generasi konten kreator.
Bahkan, untuk membedakan microphone dan earphone saja tidak mampu. Padahal, cukup dengan menggunakan alat bantu yang ada di semua hanphone, yaitu Google, segera diketahui fungsi masing-masing dari dua alat elektronik yang ada.
Selain para pendukugnya, cagub 02 Muzakir Manaf dalam sebuah kampanye usai kericuhan yang berakhir pada ditiadakannya debat cagub terakhir itu, masih menyebut bahwa yang dipake Bustami Hamzah saat debat adalah "speaker" atau alat bantu dengar seperti terlihat dalam video di bawah ini.
Itu satu pertanda bahwa pihak 02 masih belum beranjak dari pola politik konflik ke politik damai. Cara meraih kekuasaan dengan cara konflik ini sangat berbahaya bagi penguatan demokrasi Aceh.
Padahal, di dokumen visi misi baik Paslon 01 maupun Paslon 02 tertera soal teknologi. Paslon 01 merumuskan program peningkatan produktivitas dan daya saing ekonomi digital, rekayasa teknologi dan inovasi. Sedangkan Paslon 02 dalam misi 4 nya terumus strategi meningkatkan ketersediaan sumber energi melalui pemanfaatan potensi terbarukan, cadangan batu bara, serta sarana telekomunikasi dan teknologi informasi.
Sekarang, banyak pihak khususnya para generasi muda, generasi milenial dan gen z, sudah mengetahui bahwa dokumen visi, misi dan program Paslon 02 hanya sebatas dokumen untuk memenuhi syarat admininistrasi Pilkada.
Kalau mau ditelusuri ke debat kedua, juga terlihat Paslon 02 juga tidak akrab dengan istilah-istilah yang mendukung misi tekonologi. Mereka menyebut koneksitas, padahal seharusnya konektivitas. Koneksitas itu istilah dalam hukum, sedangkan konektivitas itu istilah dalam pembangunan, misalnya untuk misi mendorong saling terhubung dengan kabupaten/kota dan Pusat.
Sayangnya, untuk menutupi gagal paham, pihak 02 membangun politik penggorengan untuk memantik emosi masyarakat di basis massa rakyat. Dengan menyulut emosi lewat isu pengkhianatan, isu menghina ureung hana sikula, terbentuk politik kemarahan. Inilah politik gaduh yang belum juga dilepaskan untuk meraih kekuasaan.
Hanya ada satu ubat mengatasi semua ini: rakyat mau tidak mau wajib menaikkan antene (kecerdasan) sehingga leubeh trang deuh gamba (keadaan dan kenyataan). []