Museum Inggris Simpan Uang Koin Leube Dapa, Pemasok Lada Dunia dari Susoh
Bagian depan uang koin menampilkan gambar ayam jantan. Sedangkan di sisi belakang memuat prasasti dan tulisan 'Susu 1804', merujuk pada Susoh.
Uang koin Leube Dapa koleksi Museum Inggris | Foto: Tangkapan layar
PINTOE.CO – British Museum (Museum Inggris) di London menyimpan koleksi uang koin yang diterbitkan oleh Leube Dapa, penguasa Susoh di Aceh Barat Daya pada abad ke-19. Koleksi koin tersebut dapat diakses online melalui situs web britishmuseum.org.
Diakses Pintoe.co pada Jumat, 24 Januari 2025, British Museum yang dikenal sebagai salah satu museum terbesar dan terpenting dalam sejarah dan budaya manusia di dunia itu mencatat uang koin berbahan campuran tembaga itu diterbitkan tahun 1804.
Bagian depan uang koin menampilkan gambar ayam jantan. Sedangkan di sisi belakang memuat prasasti dan tulisan “Susu 1804”, merujuk pada Susoh.
Diketahui, pada abad ke-19 Susoh adalah pemasok lada dunia. Sebagian besar pasokan lada itu diserap oleh pedagang Amerika yang sangat aktif dari Salem dan Boston.
Disebutkan, Leubee Dapa hidup dari tahun 1760 hingga 1820.
"Leube Dapa adalah penguasa Susoh Aceh di wilayah Aceh Selatan (sekarang masuk wilayah Aceh Barat Daya -red). Ia mengontrak sebuah perusahaan swasta yang didirikan oleh pejabat Inggris di Bengkulu di barat daya Sumatra untuk menjual lada pada tahun 1787, yang menjadi usaha yang sangat sukses. Susu pada koin mengacu pada Susoh. Pada tahun 1804, sesuai tanggal pada koin ini, berbagai penguasa di wilayah selatan Aceh memproduksi sekitar seperempat pasokan lada dunia,” tulis kurator Museum Inggris.
Catatan itu seperti ditulis oleh J.W. Gould dalam buku “Sumatra-America’s Pepperpot, 1784-1873” yang terbit tahun 1956. Gould antara lain menulis,”Sekitar tahun 1787 Masehi, Leubee Dapa, penguasa Susoh menutup kontrak sebagai pemasok barang dagangan untuk seorang saudagar di pos dagang Inggris yang sudah terlantar di Bengkulu.”
Leube Dapa disebut berhasil membangun koloni dagang di pantai barat-selatan sedemikian rupa sehingga serangkaian koloni dagang di bawah kekuasannya di sepanjang pantai itu menghasilkan 83.000 pikul (5.000 ton) lada pada tahun 1803.
Besarnya produksi lada itu diperkuat oleh William Milburn dalam bukunya ‘Oriental Commerce’ yang terbit di London tahun 1825. William menulis,”Pada tahun 1820, angka itu terus naik hingga mencapai puncaknya pada sekitar 150.000 pikul, atau separuh produksi lada dunia.”
Sebagian besar pasokan lada itu diserap oleh pedagang Amerika yang saat aktif dari Salem dan Boston, Amerika Serikat. Selain itu, ada pula pedagang dari Inggris, Perancis, Arab, dan India. Para pedagang Amerika terus menguasai perdagangan lada hingga tahun 1850-an. Sebagian besar pasokan lada Aceh itu dikirim ke New England.
Saking besarnya kontribusi lada Aceh untuk perekonomian Salem, gambar orang Aceh dijadikan sebagai logo dagang kota Salem sejak 1836. Sayangnya, logo itu kini terancam digantikan setelah Dewan Kota Salem membentuk Gugus Tugas untuk mengevaluasi logo tersebut. (Selengkapnya lihat: Gambar Orang Aceh di Logo Kota Salem Amerika Dikaji untuk Diganti
Nama Leube Dapa juga muncul sekilas dalam buku sejarawan kondang, Anthony Reid. Dalam bukunya bertajuk ‘The Contest for North Sumatra (Aceh the Netherland and Britain 1858 – 1898) Anthony Reid menulis,”Seorang Indonesia Aceh yang berjiwa pengusaha, Leube Dapa, yang menjadi “Chief of Susoh” pada tahun 1820 telah mengekspor 150.000 pikul (kurang lebih 10.000 ton) lada, separuh dari produksi dunia pada masa itu dari pelabuhan Susoh.
Sayangnya, tak banyak informasi lain tentang kontribusi Leube Dapa bagi perekonomian daerah.
Dalam sebuah seminar pada 2023 lalu, peneliti Arif Faisal Djamin menyebutkan, Leube Dapa adalah Syahbandar Susoh. Setelah pedagang Amerika masuk ke pantai barat Aceh, pada 1787 Leubee Dapa mengadakan perjanjian dengan Inggris, untuk menyediakan semua lada dan berkongsi dagang dengan Inggris.
Kata Arif, setelah perjanjian dengan Inggris dilaksanakan, Leube Dapa yang dibantu oleh Tuanku Raja Udahna Lela (menantu Leube Dapa sekaligus kakak dari ibu Sultan Jauhar Alam Syah) secara diam-diam juga bekerjasama dengan Amerika terkait perdagangan lada. Hal ini dilakukan demi meraih keuntungan yang lebih besar.
“Kemudian perkara ini diketahui oleh Inggris dan dilaporkan kepada Sultan Jauhar Alam Syah. Dalam catatan sejarah, disebutkan Leube Dapa melakukan perdagangan ilegal dengan Amerika dan menggelapkan pendapatan Kesultanan Aceh di Bandar Susoh,” kata Arief seperti dikutip dari situs resmi Pemerintah Aceh.
“Inggris kemudian memberikan bantuan untuk mengembalikan kerugian yang dialami oleh Kesultanan Aceh, sebagai imbalannya harus diadakan perjanjian perdagangan secara adil dengan kompeni (Inggris).
Di sisi lain, kata Arif, perdagangan Inggris di Susoh juga harus diberikan jaminan, serta mengakhiri perdagangan rahasia Leube Dapa dengan Amerika yang selama ini Inggris telah ditipu dan mengalami kerugian dalam perdagangan baik di Eropa maupun di India.
"Lada yang dibeli oleh Amerika di Susoh selama enam tahun terakhir ini yang tidak kurang dari $240.000/tahun. Sehingga merugikan pendapatan bangsa Inggris," tambah Arif.[]