Belajar dari Tsunami Aceh, BMKG Kembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Berbasis Masyarakat
Tsunami Aceh telah menelan hingga ratusan ribu korban jiwa sehingga menjadi pijakan bagi pemerintah bagaimana menyiapkan sistem peringatan dini tsunami.
Foto masjid yang menjadi satu-satunya bangunan utuh di wilayah Meulaboh diambil pada 2 Januari 2005, salah satu foto yang paling diingat Eugene Hoshiko, fotografer Associated Press yang meliput tsunami Aceh 2004 I Foto: AP/Eugene Hoshiko via Kompas.com
PINTOE.CO - Laporan World Risk Report 2023 mengungkapkan bahwa Indonesia menjadi negara kedua dari 193 negara di dunia yang paling berisiko terkena bencana, seperti gempa bumi dan tsunami.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menjelaskan, hal ini terjadi karena Indonesia terletak di antara lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Pasifik, Indo-Australia, dan Eurasia.
Kejadian gempabumi dan tsunami Aceh pada 2004 silam, bahkan merupakan tsunami terbesar ketiga di dunia. Tsunami Aceh telah menelan hingga ratusan ribu korban jiwa sehingga menjadi pijakan bagi pemerintah bagaimana menyiapkan sistem peringatan dini.
"Pasca tsunami Aceh 2004, pemerintah membangun sistem peringatan dini tsunami yang diresmikan pada tahun 2008, yang sejak saat itu berperan penting dalam mengurangi risiko tsunami," ujar Dwikorita dalam siaran resmi BMKG dikutip Jumat, 27 Desember 2024.
"Namun, beberapa kejadian tsunami seperti tsunami Palu 2018 mengungkap perlunya mengintegrasikan kemajuan teknologi dengan kesiapsiagaan dan ketahanan masyarakat,” sambungnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, BMKG bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Universitas Gajah Mada (UGM) serta pakar terkait telah mengusulkan satu standar, yaitu Guidelines for the implementation of a community-based early warning system for tsunamis, ISO 22328-3.
ISO 22328-3 sudah ditetapkan sebagai standar internasional dan telah diperkenalkan sebagai pedoman komprehensif untuk menerapkan sistem peringatan dini tsunami (Tsunami Early Warning System/TEWS) berbasis masyarakat.
Standar ini memberikan kerangka kerja terstruktur yang dapat diterapkan, baik bagi masyarakat maupun sektor swasta di daerah rawan tsunami sehingga mendorong pengembangan TEWS yang dikelola masyarakat secara lokal.
Hal ini menekankan pada lima komponen utama yaitu, penilaian risiko, penyebaran dan komunikasi pengetahuan, layanan pemantauan dan peringatan, peningkatan kemampuan respon, dan komitmen berkelanjutan dari pihak berwenang dan masyarakat.
ISO 22328-3 melengkapi program Tsunami Ready UNESCO-IOC dan bertindak sebagai instrumen praktis untuk membangun TEWS berbasis masyarakat dalam batasan dan konteks lokal.
Dengan mengintegrasikan pedoman ISO 22328-3, masyarakat dan entitas sektor swasta khususnya yang bergerak pada infrstruktur strategis, seperti bandara, pelabuhan, dan lainnya dapat meningkatkan manajemen keselamatan dan memastikan standar profesional dalam pengurangan risiko tsunami.
“Sekretariat ISO telah menerbitkan standar ini, kesesuaiannya dengan praktik lokal telah terbukti memberdayakan masyarakat untuk mengurangi risiko dan kerentanan, serta memperkuat kesiapan mereka terhadap tsunami,” ujar Dwikora.[]
Editor: Lia Dali