Kasus Agus NTB, Komnas Perempuan dan KND: Pentingnya Penegak Hukum Tangani TPKS secara Profesional dan Sensitif
Agus diduga telah melakukan tindak pidana pelecehan seksual dengan modus manipulasi melalui komunikasi verbal yang mampu mempengaruhi psikologi korban.

Penyidik kepolisian membawa penyandang disabilitas yang menjadi tersangka kasus dugaan pelecehan seksual berinisial IWAS (kiri) untuk dilakukan pemeriksaan tambahan di Markas Polda NTB, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin (9/12/2024) I Foto: ANTARA/Dhimas
PINTO.CO - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) angkat bicara terkait dugaan kekerasan seksual yang dilakukan pria difabel berinitial IWS asal Nusa Tenggara Barat (NTB).
Ketua Sub Komisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, menyatakan bahwa kasus ini menunjukkan pola dan modus kekerasan seksual semakin beragam.
Hal ini menuntut masyarakat untuk lebih waspada dan terus meningkatkan pemahaman terkait pola-pola kekerasan seksual yang sering kali sulit dikenali.
“Kasus ini memperlihatkan betapa pentingnya edukasi publik tentang modus kekerasan seksual yang semakin kompleks,” ujar Veryanto dalam keterangan tertulis Komnas Perempuan dikutip pada Kamis, 12 Desember 2024.
Dia menegaskan bahwa pengetahuan ini penting agar masyarakat dapat mengenali tanda-tanda kekerasan seksual, mencegah terjadinya kekerasan serta memberikan dukungan yang tepat kepada korban.
Sebelumnya, Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Provinsi NTB, Joko Jumadi, menyebut korban dugaan pelecehan seksual oleh IWS alias Agus kembali bertambah.
“Kemarin diinfokan, sementara ini ada 15 (korban),” kata Joko pada Sabtu, 7 Desember 2024, mengutip Tempo.co.
Dari belasan orang yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh Agus, Joko mengungkapkan bahwa tiga di antaranya masih di bawah umur.
“Dari 15 korban, tiga adalah Anak,” tuturnya.
Anggota KPAI sekaligus Pengampu Klaster Anak Korban Kekerasan Seksual, Dian Sasmita, menyampaikan keprihatinannya terhadap korban anak dalam kasus ini.
“KPAI saat ini terus berkoordinasi dengan pihak pendamping kedua anak korban untuk memastikan pemulihan psikologisnya dengan baik. Kami mendorong agar korban mendapatkan layanan psikososial yang memadai dan berkelanjutan untuk membantu mereka pulih dari trauma,” jelas Dian.
Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak yang menegaskan bahwa anak korban kekerasan harus mendapatkan layanan yang cepat dan tepat.
KPAI juga mendesak Kepolisian untuk menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan Undang-Undang Perlindungan Anak untuk menjerat pelaku kekerasan seksual serta berupaya mengupayakan hak restitusi bagi korban sebagai bentuk pemulihan atas hak-hak mereka yang telah dirampas.
Komnas Perempuan juga menggarisbawahi pentingnya meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual secara profesional dan sensitif.
Dalam kasus pelecehan seksual itu, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) telah menetapkan seorang pria difabel tanpa kedua lengan, IWS alias Agus, sebagai tersangka.
Agus diduga telah melakukan tindak pidana pelecehan seksual dengan modus manipulasi melalui komunikasi verbal yang mampu mempengaruhi psikologi korban. Dia dianggap memanfaatkan kondisi korban yang lemah sehingga korban dapat dikuasai dan mengikuti kemauannya.
Pria berusia 22 tahun penyandang disabilitas tunadaksa ini pada Rabu kemarin, 11 Desember 2024, telah menjalani reka ulang alias rekonstruksi sebagai tersangka kasus pelecehan seksual.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Syarif Hidayat menyebut rekonstruksi kasus Agus mencapai reka 49 adegan.
"Sebenarnya ada 28 adegan yang tertuang di BAP (berita acara pemeriksaan). Akan tetapi, saat ini, berkembang di lapangan ada 49 adegan," ungkap Syarif dikutip dari Antara pada Rabu, 11 Desember 2024.
"Untuk lokasi homestay (tempat penginapan) itu sendiri, ada dua versi. Versi dari korban, yang lebih aktif ialah tersangka sendiri, baik dari membuka pintu, membuka pakaian korban maupun pakaian pelaku. Sementara itu, dari versi tersangka, itu yang aktif adalah korban," lanjutnya.
Sementara itu, Komisi Nasional Disabilitas (KND) menegaskan hambatan yang dimiliki para penyandang disabilitas tetap dapat memungkinkan mereka untuk melakukan tindak kejahatan, termasuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Terkait polemik di masyarakat, kita sudahi. Mohon bantuan teman-teman media untuk mengarusutamakan bahwa penyandang disabilitas adalah manusia pada umumnya yang bisa menjadi tersangka atau pelaku, bisa menjadi korban, bisa menjadi saksi,” tegas Komisioner Komisi Nasional Disabilitas, Jonna Aman Damanik, dalam Konferensi Pers Bersama Komnas Perempuan, KPAI, dan KND secara daring di Jakarta, Rabu, 11 Desember 2024.
Jonna mengatakan pihaknya meyakini Polri dan aparat perangkat hukum yang lain akan bekerja dengan profesional dan transparan dalam mengusut tuntas kasus IWS tersebut.[]
Editor: Lia Dali