Wamendiktisaintek Dorong Riset Perguruan Tinggi di Aceh untuk Pembangunan Berkelanjutan
Kita harus memastikan riset berdampak langsung pada ekonomi lokal, sekaligus berkelanjutan agar tidak kehilangan pencapaian yang telah diraih
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie
PINTOE.CO - Wakil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie, meminta agar perguruan tinggi di Aceh terus melakukan riset strategis guna mendukung pembangunan berkelanjutan di daerah tersebut.
Menurutnya, riset lokal harus mampu meningkatkan sumber daya manusia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Aceh.
"Kita harus memastikan riset berdampak langsung pada ekonomi lokal, sekaligus berkelanjutan agar tidak kehilangan pencapaian yang telah diraih, sambil tetap mendukung kemajuan di berbagai aspek," kata Stella dikutip pada Jumat, 25 Desember 2024.
Stella mengapresiasi berbagai riset yang dilakukan oleh universitas di Aceh, seperti penelitian tentang limbah tulang ikan, daun nilam, dan serat sabut kelapa.
Ia menekankan pentingnya penggunaan teknologi mutakhir untuk meningkatkan hasil riset.
Selain itu, Stella juga menyebutkan peran perempuan dalam riset dan teknologi di Aceh. Dia mengapresiasi keterlibatan perempuan yang bisa memberi dampak besar pada kemajuan sains di daerah tersebut.
Stella memuji peran Lembaga Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala (USK) yang mampu mengembangkan minyak atsiri nilam Aceh hingga menjadi produk kelas dunia.
"Para peneliti adalah tulang punggung kemajuan universitas. Tanpa mereka, sulit bagi kita mencapai hasil signifikan," katanya.
Ketua ARC-USK, Syaifullah Muhammad, menjelaskan bahwa ARC dibangun atas permintaan pemerintah Aceh untuk membantu para petani nilam. Meskipun nilam Aceh dikenal sebagai yang terbaik di dunia, para petani sebelumnya belum merasakan manfaat maksimal.
"ARC menemukan 24 masalah utama dalam industri nilam Aceh. Dengan berbagai terobosan, kami berhasil meningkatkan harga nilam dari Rp 300.000 menjadi Rp 1.700.000 per kilogram," ungkap Syaifullah.[]