Ayahnya meninggal saat ia baru menginjak bangku kelas 1 SMA. Sang ibu meninggal berselang 100 hari kemudian. Tapi Devi Safitri tak menyerah.

Kisah Devi Safitri, dari Kehilangan Orang Tua hingga Raih Emas Hapkido PON XXI

Devi Safitri, peraih emas cabang olahraga (Cabor) Hapkido Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatra Utara

PINTOE.CO – Perjalanan hidup Devi Safitri, peraih emas cabang olahraga (Cabor) Hapkido Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatra Utara nomor Daeryun kelas 59-63 kilogram putri, bukanlah sebuah kisah yang mudah.

Peraih medali emas pertama untuk Provinsi Kalimantan Barat dari Hopkaido itu merangkak dalam perjalanan hidup yang penuh lika-liku. Dari keterpurukan hingga keberhasilan, Devi berhasil membuktikan bahwa mimpi bisa dicapai dengan kerja keras, ketangguhan, dan tekad yang kuat.

Devi Safitri kehilangan kedua orang tuanya ketika ia masih remaja. Ayahnya meninggal saat ia baru menginjak bangku kelas 1 SMA pada 2013. Sedih berlanjut ketika 100 hari kemudian sang ibu menyusul kepergian ayah tercinta.

Kehilangan kedua orang tercintanya jadi pukulan telak. Apalagi sejak itu Devi harus mengambil peran dan tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga, mengurus adiknya yang saat itu masih duduk di bangku kelas empat sekolah dasar.

Beruntung, pamannya turun tangan dan membantu membiayai pendidikan serta kebutuhan hidup mereka. Namun, Devi enggan sepenuhnya bergantung sepenuhnya pada sang paman. Ia memutuskan untuk bekerja paruh waktu, sambil terus berlatih sebagai atlet.

“Saya nggak mau memberatkan paman. Jadi saya kerja apa saja yang bisa, dari mengantre minyak sampai mengambil sisa-sisa pasir di sungai untuk dijual. Yang penting halal, dan saya bisa bantu adik saya juga,” kenangnya dengan tegar.

Awal Mimpi Menggenggam Dunia

Sebelum terjun ke hapkido, Devi sebenarnya telah menekuni olahraga bela diri taekwondo. Perkenalannya dengan hapkido dimulai dari pelatih taekwondo-nya saat itu yang mengikuti pelatihan singkat dari Pengurus Pusat Hapkido Indonesia (PPHI). Pelatih tersebut meyakinkan Devi bahwa hapkido memiliki masa depan yang cerah. Tanpa ragu, Devi pun ikut serta.

Awalnya, Devi hanya ingin mencoba. Namun, setelah merasakan langsung olahraga ini, ia merasa bahwa hapkido benar-benar cocok dengan dirinya. Kombinasi antara bantingan dan pukulan yang ada di hapkido seolah melengkapi kemampuan dasar taekwondo yang sudah ia kuasai. Semangat yang ia tunjukkan saat berlatih membuatnya semakin yakin untuk terus menekuni hapkido.

Devi kemudian ikut serta dalam Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Hapkido pertama di Yogyakarta pada 2017. Hasilnya, ia berhasil merebut juara pertama. Prestasi Devi berlanjut ke tingkat dunia, di mana ia mewakili Indonesia di Kejuaraan Dunia Hapkido di Korea Selatan pada 2018. Di sini ia meraih juara satu di kategori Daeryun Under 63 kg.

Kemenangan di Korea Selatan mengubah hidup Devi. Ia menjadi kebanggaan kotanya, Kalimantan Barat. Ia pulang dengan disambut meriah saat tiba di tanah air. Apresiasi bukan hanya datang dalam bentuk sorak-sorai dan penghargaan, melainkan juga kesempatan besar lainnya.

Setelah kemenangan di Korea, Devi mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui rekomendasi dari Pengurus Pusat Hapkido Indonesia (PPHI) dan Gubernur Kalimantan Barat saat itu, Sutarmidji.
Pangdam Tanjung Pura, yang terkesan dengan prestasi Devi, secara pribadi menanyakan minatnya agar Devi bergabung dengan TNI. Tanpa ragu, Devi mendaftarkan diri dan diterima. “Masuk tentara itu adalah salah satu impian saya yang terkabul. Dan itu semua berkat hapkido,” kata Devi penuh syukur.


Menginspirasi Bangsa

Setelah bergabung dengan TNI, Devi terus menunjukkan prestasinya. Pada Kejuaraan Asia Tenggara, ia kembali meraih medali emas. Sebagai bentuk penghargaan atas pencapaiannya, ia diberi kesempatan untuk bergabung dalam misi perdamaian di Afrika Tengah sebagai bagian dari Pasukan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).

“Ini salah satu pencapaian terbesar saya, bisa berkontribusi dalam misi perdamaian dunia. Itu pengalaman yang sangat berharga, dan saya bangga bisa membawa nama Indonesia di sana,” ungkapnya.

Meski telah mencapai banyak hal, Devi tak melupakan asal usulnya. Ia selalu bersyukur kepada pamannya yang telah membantu dan mendukungnya selama masa-masa sulit. Kini, ia merasa telah membalas jasa dengan memperbaiki kehidupan keluarganya dan menginspirasi adiknya untuk juga mengikuti jejaknya di TNI.

Perjalanan Devi di dunia hapkido masih akan panjang. Setelah pensiun sebagai atlet, ia berencana untuk menjadi pelatih dan terus menyebarkan olahraga ini, terutama di kalangan perempuan. Bagi Devi, bela diri seperti hapkido sangat penting bagi perempuan untuk melindungi diri mereka dari ancaman yang tak terduga.

“Hapkido sudah mengubah hidup saya. Jadi, saya nggak mungkin meninggalkannya. Saya akan terus melatih dan memperkenalkan olahraga ini kepada generasi berikutnya,” tegasnya.

Kisah hidup Devi Safitri bukan hanya tentang kemenangan di atas matras, tapi juga tentang ketangguhan, tekad, dan keberanian menghadapi segala tantangan. Dari kehilangan orang tua hingga menjadi juara dunia, Devi telah melalui berbagai rintangan yang membentuknya menjadi pribadi yang kuat.

Devi mengajarkan kita bahwa tidak ada yang mustahil jika kita memiliki tekad yang kuat. Bahwa dari titik terendah sekalipun, kita bisa bangkit dan meraih prestasi yang membanggakan. Kisah DEvi adalah bukti bahwa dengan kerja keras dan dukungan orang-orang terdekat, mimpi yang terlihat jauh sekalipun bisa dicapai. []

devisafitri hapkido ponacehsumut