Nafsu Kapitalis Jakarta terhadap Hutan Simeulue
Perusahaan-perusahaan di luar daerah terus bersaing merebut hutan Simeulue.
Surat permohonan rekomendasi tebang hutan Simeulue yang dikirimkan Fitrah Ltd kepada Gubernur Aceh | Sumber: DPKA
Simeulue adalah pulau berhawa segar yang dilingkari pantai cantik. Di atas tanahnya hidup jutaan tumbuhan yang membentuk hutan; hutan yang menjalar dari tengah pulau sampai ke tepi laut. Bagi kebanyakan manusia, menatap hutan Simeulue berarti melihat kecantikan lain dari pulau itu. Namun bagi segelintir kapitalis, hutan Simeulue laksana rimba rupiah. Melihat Simeulue berarti melihat uang besar.
Raden Mohamad Soeboer, seorang kapitalis di Jakarta, amat berhasrat mengeksploitasi hutan Simeulue untuk bisnis kayu. Bisnis ini rencananya akan dijalankan oleh First Indonesian Tractors and Service House (Fitrah Ltd). Perusahaan yang berkantor di Jakarta ini dibentuk 4 November 1952, dengan akte pendirian perusahaan dibuat oleh Noezar Notaris Bandung.
Di Fitrah Ltd, Soeboer menduduki jabatan puncak, yakni presiden direktur. Di bawahnya ada seorang direktur yang dijabat oleh Achmad Darwin Harahap.
Sebagai bawahan Soeboer, Harahap mengurusi banyak kepentingan perusahaan, terutama dua bisnis utama Fitrah Ltd, yakni impor alat-alat teknik bertenaga listrik dan ekspor hasil bumi. Pada 10 Desember 1969, Fitrah Ltd diakui sebagai eksportir resmi oleh Departemen Perdagangan.
Dalam rencana eksploitasi hutan Simeulue, Harahap jugalah yang ditugaskan Soeboer untuk mengurus segala keperluan, mulai dari dokumen administrasi hingga lobi di tingkat nasional serta daerah.
Pada 15 Februari 1971, Fitrah Ltd mengajukan surat permohonan izin menebang hutan di Simeulue kepada Direktorat Jenderal Kehutanan. Dalam surat itu, Fitrah Ltd berjanji mematuhi semua peraturan konsesi atau “Hak Pengusahaan Hutan” yang dibuat pemerintah. Salah satunya, perusahaan harus memperoleh rekomendasi dari kepala daerah setempat. Untuk memenuhi syarat ini, dua hari kemudian Fitrah Ltd menyampaikan permohonan tertulis kepada Gubernur Aceh lewat Surat Nomor 28/DD/71.
Dalam surat tersebut, Fitrah Ltd menyatakan: “Sehubungan dengan maksud kami untuk ikut serta menundjang pembangunan di Daerah Istimewa Atjeh dalam bidang pengolahan hutan, maka dengan ini kami mohon kepada Bapak Gubernur agar kiranja kepada kami dapat diberikan surat rekomendasi untuk mendapatkan Hak Pengusahaan Hutan di Pulau Simelue” (Arsip DPKA, nomor AC08-238).
Kepada Gubernur Aceh, Fitrah Ltd menjelaskan bakal mengucurkan modal sebesar Rp250 juta untuk bisnis kayu di Simeulue. Akan tetapi, modal ini tak ditanggung sendiri. Fitrah Ltd akan patungan dengan pemodal dari luar negeri. Harahap menyebutkan bahwa negosiasi dengan perusahaan asing masih dilakukan. Hanya saja ia tak menyebut identitas perusahaan asing itu.
“Pembiajaan serta Pengusahaan Hutan seperti direntjanakan akan dilakukan dengan pihak asing berupa joint-venture (patungan) jang sekarang sedang dalam taraf pembitjaraan,” tulis Fitrah Ltd dalam surat permohonannya.
Tahapan penebangan hutan Simeulue juga disebutkan Fitrah Ltd dalam surat itu. Penebangan hutan untuk diambil kayunya akan dilakukan dalam empat tahap. Di tahap pertama, kayu yang akan dikeluarkan dari hutan Simeulue sebanyak 10.000 m3; tahap kedua sebanyak 25.000 m3; tahap ketiga naik ke 40.000 m3; dan tahap keempat 60.000 m3. Untuk menyukseskan rencana ini, Fitrah Ltd akan mendatangkan mesin gergaji raksasa yang mampu memotong 30.000 m3 kayu per tahun.
Gubernur Aceh lantas memerintahkan Dinas Kehutanan Aceh untuk mempelajari dokumen permohonan rekomendasi tebang hutan yang diajukan Fitrah Ltd. Salah satu dokumen itu adalah peta kawasan hutan Simeulue yang hendak ditebang.
Tak lama kemudian, Kepala Dinas Kehutanan Aceh menjelaskan bahwa surat rekomendasi kepada Fitrah Ltd tidak bisa dikeluarkan. Alasannya, kawasan hutan yang ingin ditebang Fitrah Ltd sudah dipersiapkan untuk perusahaan lain yang telah terlebih dahulu mengajukan permohonan. Pesaing yang datang lebih pagi itu bernama Firma Harapan Baru.
Akan tetapi, seandainya nanti Firma Harapan Baru membatalkan bisnis kayunya di Simeulue maka Fitrah Ltd akan diutamakan sebagai penggantinya. Dalam surat keputusannya, Kepala Dinas Kehutanan Aceh menyatakan “setudju memenuhi permintaan Fitrah Ltd tersebut dengan tjatatan apabila Fa. Harapan Baru membatalkan usahanja”.
Perusahaan-perusahaan di luar daerah terus bersaing merebut hutan Simeulue. Strategi utama mereka adalah melobi kepala daerah demi meraih izin alih fungsi hutan menjadi kebun sawit. mengeluarkan izin tebang hutan. Situasi ini terus berlangsung di tahun-tahun berikutnya. Bahkan, pejabat daerah ikut bermain mengubah lebat hutan Simeulue jadi tumpukan lembaran uang.[]