Saya mencatat sebuah semangat generasi baru, meskipun dirundung banyak kesulitan dan ketidakpastian, tapi daya hidup mereka bagai api yang tak kunjung padam.

Opini Nezar Patria: Semangat Generasi Baru Aceh

Wamenkominfo Nezar Patria di Aceh | Dok Pribadi

SELESAI ngobrol santai dengan KOPI (Komunitas Penggerak Kolaborasi dan Inovasi) di Kafe Titik Balik, Museum Tsunami Banda Aceh, Senin malam pekan lalu, saya dicegat oleh sejumlah anak muda. Mereka berempat dan menyodorkan sebuah kotak hitam kecil, semacam prototipe scanner.

“Bang, alat ini bisa memindai kandungan unsur hara di daun tanaman,” ujar seorang anak muda. Dia tampak bersemangat dan bicaranya terdengar terburu-buru. Mungkin takut saya tak tertarik lalu ngeloyor pergi. Saya menatap kotak hitam itu sejenak, dan tiba-tiba benda itu membangkitkan rasa ingin tahu.

“Bagaimana cara kerjanya?”, saya bertanya.

Saya mengintip ada seikat kabel halus menjulur dari celah kecil di kotak itu, tampak sekilas rakitan komponen elektronik yang rapi, bahkan necis untuk sebuah sampel.

Seorang dari mereka menyodorkan layar telepon seluler dengan sebuah aplikasi yang telah terbuka. Berwarna merah menyala, aplikasi menyajikan kolom angka-angka. Saya melihat angka-angka itu bergerak ketika sehelai daun diletakkan di atas pemindai di kotak hitam.

“Kita bisa antisipasi masa depan tanaman itu dengan mengetahui unsur hara, kadar air, dan sebagainya,” seorang dari mereka menjelaskan arti angka-angka. Mereka berempat lalu saling sahut menyahut menyajikan cerita ringkas perihal benda itu.

Saya tertegun sejenak. Mungkin ada banyak inovasi sejenis yang bisa kita temukan di berbagai lomba sains mahasiswa. Namun inovasi ini, setidaknya bagi saya, agak istimewa karena anak-anak dari Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh itu berani menggarapnya dengan menerjang berbagai keterbatasan. Tak punya modal dan miskin akses. Dalam obrolan malam itu kami membahas soal membangun usaha rintisan, bekerja dengan inovasi dan kreativitas, dan tidak cepat putus asa.

“Kami butuh akses lebih luas, banyak ide dan inovasi baru, masalahnya siapa yang mau membantu?”, ujar seorang peserta kepada saya.

Malam itu mereka berbagi cerita dengan rekannya dari Pulau Jawa yang sudah lebih dulu maju dalam usaha rintisan. Ada usaha rintisan Biops, Aruna, ChickIn, sampai yang sudah menetas menjadi unicorn baru, e-Fishery. Umumnya mereka adalah bagian jaringan talenta digital Kementerian Kominfo dan Gerakan 1000 Start-Up.

“Banyak yang akan bantu, yang penting kita sudah mulai. Pencapaian besar semua dimulai dari langkah kecil,” kata saya kepada anak-anak USK itu.

Pekan ini beberapa dari mereka akan mengunjungi “Markas”, sebuah tempat kongkow baru bagi pengembang start-up di Gedung Midpoint, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Di sana pelaku usaha rintisan bisa membedah ide sampai bikin janji bertemu para investor. Anak-anak dari Banda Aceh itu juga akan melawat ke kota Bandung bertemu rekan-rekan muda kreatif lainnya.

Saya mencatat sebuah semangat generasi baru, meskipun dirundung banyak kesulitan dan ketidakpastian, tapi daya hidup mereka bagai api yang tak kunjung padam.[]

Nezar Patria adalah Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.  Tulisan ini telah tayang di laman Facebook pribadinya.

digitalisasi aceh nezarpatria wamenkominfo