LMKN menghimbau para Pengguna Lagu dan atau musik di area publik untuk tujuan komersial agar patuh hukum dengan mengurus lisensi dan membayar royalti. 

Prihatin atas Polemik Kasus Ari Bias-Agnez Mo, LMKN Keluarkan 6 Poin Rekomendasi

Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Darma Oratmangoen, membacakan pernyataan sikap LMKN saat jumpa pers usai menggelar diskusi publik di Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Kamis, 13 Februari 2025 I Foto: Istimewa

PINTOE.CO - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mengaku prihatin atas polemik kasus Ari Bias dan Agnez Mo yang menjadi sorotan para pegiat musik di Tanah Air. 

Lembaga yang bertugas membantu mengumpulkan dan mengelola royalti pencipta dan pemilik hak di bidang musik itu, akhirnya mengeluarkan pernyataan sikap atas sengketa kasus tersebut.

Diketahui, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam putusannya mengabulkan sebagian gugatan Ari Bias. Hakim menyatakan Agnez Mo telah melakukan pelanggaran hak cipta dan menghukumnya membayar denda kerugian sebesar Rp1,5 miliar.

Dharma Oratmangun selaku Ketua LMKN saat jumpa pers usai menggelar diskusi publik di Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Kamis, 13 Februari 2025, membacakan enam poin yang menjadi pernyataan sikap LMKN.

Pada poin pertama, Darma mengatakan bahwa LMKN sangat prihatin terhadap dampak yang berkembang di masyarakat, khususnya stakeholder ekosistem musik atas putusan Pengadilan Niaga kasus Ari Bias menggugat Agnes Monica sebagaimana tampak di dalam polemik di media sosial. 

"Pencipta lagu dan pelaku pertunjukan (penyanyi) saling beradu argumentasi dalam perselisihan pendapat terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut,” kata Dharma melanjutkan poin pertama.

Pada poin kedua, LMKN menghormati hak setiap orang untuk menggunakan haknya menempuh jalur hukum karena berpendapat haknya telah diciderai, termasuk juga Pencipta Lagu sebagaimana LMKN menghormati setiap putusan pengadilan sampai dengan putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.

Selanjutnya pada poin ketiga, Darma mengatakan bahwa LMKN dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya selalu berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peraturan tersebut meliputi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC), Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

LMKN mendasarkan pengelolaan dan perlindungan hak pada benang merah yang tidak terpisahkan dalam tiga pasal di dalam UUHC, yaitu Pasal 9 UUHC yang melindungi hak Pencipta Lagu, Pasal 23 ayat (5) yang melindungi Pelaku Pertunjukan, dan Pasal 87 ayat (5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang melindungi Pengguna.

"Ketiga pasal ini tidak kontradiktif, tetapi saling melengkapi dan melindungi Pencipta, Pelaku Pertunjukan, dan Pengguna Lagu dan/atau musik," ujar Darma.

Pada poin keempat, dalam ketentuan perundang-undangan dan kebiasaan yang berlaku di seluruh dunia, kewajiban pembayaran royalti performing rights diletakkan pada Pengguna Komersial. 

Atas dasar itu, LMKN melakukan tugas penarikan royalti yang ditujukan kepada Pengguna. Untuk itu, LMKN menghimbau para Pengguna Lagu dan atau musik di area publik untuk tujuan komersial agar patuh hukum dengan mengurus lisensi dan membayar royalti. 

"Jika Pengguna patuh hukum maka kasus seperti halnya Ari Bias vs Agnes Mo tidak akan terjadi," tegasnya.

Selanjutnya pada poin kelima, Darma mengatakan LMKN menghimbau agar kasus ini tidak berkembang menjadi preseden di mana para Pencipta Lagu beramai ramai menggugat atau menuntut Penyanyi, melainkan bersama-sama proaktif mengingatkan dan mengharuskan Pengguna membayar royalti. 

"Kewajiban pembayaran royalti oleh Pengguna ini selayaknya wajib dimasukkan sebagai klausul di dalam perjanjian antara Pelaku Pertunjukan dengan Pengguna. LMKN mengusulkan agar disepakati klausul baku yang wajib dimasukan dalam perjanjian," lanjutnya.

Pada poin terakhir, Darma mengakui bahwa LMKN belum dapat secara maksimal melakukan penarikan royalti sesuai potensi yang ada. Kendala yang dihadapi, antara lain penegakan hukum yang lemah serta teknologi sistem penarikan dan distribusi royalti yang belum mendukung. 

"Untuk itu, LMKN telah memulai kerja sama dengan beberapa vendor IT yang akan membantu meng-upgrade manajemen pengelolaan royalti LMKN," ungkap Darma.

Terkait regulasi, LMKN menghimbau pemerintah untuk hadir. Dalam kegiatan Pertunjukan Musik LMKN kembali menghimbau Kementerian Hukum dan Kepolisian Republik Indonesia untuk membuat Keputusan Bersama yang mewajibkan Pengguna untuk mendapatkan lisensi dan membayar royalti sehingga sebelum ada rekomendasi LMKN maka proses perizinan tidak dapat dilakukan. 

"Diharapkan dengan keputusan ini maka Pengguna akan melaksanakan kewajiban hukumnya," ujar Darma.[]

 

Editor: Lia Dali

lembaga manajemen kolektif nasional lmkn royalti musik hak pencipta lagu