Pj Gubernur Aceh Minta Informasi Mitigasi Bencana Sampai ke Akar Rumput
"Pada saat tsunami 2004, kita tidak memiliki pengetahuan tentang manajemen risiko bencana. Bahkan, banyak dari kita baru tahu tentang tsunami setelah peristiwa tersebut," ujar Safrizal.
Pj Gubernur Aceh Safrizal ZA (tengah) Buka Seminar Internasional Mitigasi Bencana
PINTOE.CO - Penjabat Gubernur Aceh, Safrizal ZA, membuka seminar internasional mengenai kebijakan lingkungan dan pengurangan risiko bencana yang diselenggarakan di Kantor Bappeda Aceh, Selasa (6/11/2024). Seminar ini melibatkan peserta dari Jepang dan Indonesia.
Dalam sambutannya, Safrizal mengingatkan peserta seminar untuk menyebarkan pengetahuan tentang manajemen pengurangan risiko bencana kepada masyarakat, terutama di tingkat akar rumput.
Ia menekankan pentingnya pemahaman tentang mitigasi bencana, mengingat Aceh berada di wilayah cincin api Pasifik yang rawan gempa, tsunami, dan letusan gunung berapi.
"Pada saat tsunami 2004, kita tidak memiliki pengetahuan tentang manajemen risiko bencana. Bahkan, banyak dari kita baru tahu tentang tsunami setelah peristiwa tersebut," ujar Safrizal, yang juga mantan Pj Gubernur Kalimantan Selatan.
Safrizal menyatakan, untuk mengurangi risiko bencana, ilmu mitigasi bencana harus terus disosialisasikan, terutama kepada pihak-pihak yang bekerja di Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) di berbagai level pemerintahan.
Seminar ini juga merupakan bagian dari rangkaian peringatan 20 tahun tsunami Aceh. Menurut Safrizal, peringatan tersebut penting untuk mengingatkan masyarakat Aceh tentang bencana besar yang pernah terjadi, sekaligus mengedukasi generasi muda mengenai pentingnya kesiapsiagaan bencana.
"Kita bisa belajar mitigasi bencana dari negara seperti Jepang, dan sekaligus menjadi tempat pembelajaran untuk negara lain," kata Safrizal.
Seminar ini diikuti oleh 150 peserta yang terdiri dari Bappeda, BPBD kabupaten/kota, Kepala SKPA, serta komunitas dan organisasi terkait.
Pemateri seminar berasal dari berbagai lembaga, antara lain Dr Mifune Yasumichi dan Dr Gerry Potutan dari Asia Disaster Reduction Center (ADRC) Jepang, Dr Joko Tri Haryantono dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Indonesia, Prof Dr Syamsidik (TDMRC USK), serta Astrid Kartika dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia.[]