Selama sepuluh tahun menjabat, Presiden Joko Widodo selalu absen di dalam pertemuan-pertemuan penting di PBB untuk membahas nasib Palestina.

Masalah Palestina Harus Masuk Agenda 100 Hari Kerja Pertama Pemerintahan Baru Indonesia

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid (MI)

PINTOE.CO - Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia harus lebih giat memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

Pemerintahan baru yang akan datang, di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, harus menjadikan isu dan persoalan Palestina sebagai agenda prioritas dalam kerja di 100 hari pertama untuk memperjuangkan tercapainya penghentian genosida Israel secara permanen di Palestina.

Dalam jangka panjang perlu dirumuskan langkah-langkah strategis dan taktis untuk dilakukan pemerintah Indonesia dalam memecahkan persoalan dan situasi di Palestina. Dikutip dari Media Indonesia, Usman mengusulkan tiga langkah strategis dan taktis.

Pertama, mengoptimalkan peran Indonesia di forum-forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terutama di dalam Sidang Majelis Umum PBB.

"Selama sepuluh tahun menjabat, Presiden Joko Widodo selalu absen di dalam pertemuan-pertemuan penting ini. Padahal ini adalah forum pengambilan keputusan tertinggi, ibaratnya muktamar sedunia,” ujar Usman dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Langkah Strategis dan Taktis Indonesia untuk Gaza” yang berlangsung di Ruang GBHN Gedung MPR/DPR RI pada Jumat, 27 September 2024.

Kedua, mengoptimalkan peran Indonesia di dalam sidang Dewan Ham PBB. Menurut Usman, Indonesia adalah anggota Dewan Ham PBB, dan telah lama menjadi anggota sejak 2006 dan terpilih kembali periode 2024-2026.

“Indonesia sangat dituntut untuk mengambil peran yang sangat penting di dalam Dewan HAM PBB. Kalau perlu pemerintah Indonesia mengajukan ke depan agar ada pakar-pakar independen dari Indonesia menjadi pelapor khusus di Dewan Ham PBB. Supaya kita bisa berperan lebih jauh sebagai bangsa di dalam perdamaian dunia dan mengatasi krisis-krisis kemanusiaan,” bebernya.

Langkah strategis selanjutnya, kata Usman, Indonesia perlu meratifikasi empat perjanjian hukum internasional yang sangat penting dan relevan dengan situasi kemanusiaan di Palestina, yaitu konvensi tentang Apartheid (1973), Genosida (1948), Pengungsi (1951), dan Statuta Roma (1998).

Sementara itu, Direktur Utama Adara Relief International, Maryam Rachmayani Yusuf, mengatakan hampir genap satu tahun Israel melakukan genosida di Gaza. Sejak 17 Oktober 2023, Israel sudah membunuh 41 ribu orang lebih penduduk sipil Palestina, di mana 70% korban adalah anak dan perempuan. Setiap jam di Gaza, kata dia, ada enam anak dan empat perempuan yang meninggal.

Maryam mengungkapkan, akibat minimnya bantuan kemanusiaan yang bisa masuk, kelaparan telah merajalela di Gaza. Sebanyak 96% penduduk Gaza menghadapi kerawanan pangan akut, dan lagi-lagi anak-anak yang paling terkena dampaknya.

“Adara Relief International sebagai lembaga kemanusiaan untuk Palestina merasa tergerak dan terpanggil untuk mengadakan FGD hari ini karena hampir genap satu tahun Israel melakukan genosida di Gaza,” ujar Maryam.

Selain Maryam, pembicara utama pada kegiatan ini terdiri dari Wakil MPR RI Hidayat Nur Wahid, tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri MUI Sudarnoto, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, dan Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Ahrul Tsani Fathurrahman.

Dalam respons situasi terkini, Adara telah menyalurkan berbagai bantuan kamanusiaan, mulai dari kebutuhan pokok, sandang, pangan, papan, dan obat-obatan serta medis lainnya. Namun, tegas Maryam, semua itu tidak akan menyelesaikan berbagai permasalahan di Gaza karena akarnya adalah penjajahan yang dilakukan oleh Israel.

Sementara itu, Hidayat Nur Wahid mengingatkan pemerintah berikutnya bahwa Indonesia terikat dengan konstitusi. “Karena konstitusi kita menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina sebagaimana yang tertera pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,” kata Hidayat.

Hidayat juga mengingatkan bahwa Indonesia tidak sendiri dalam perjuangan membela dan membebaskan Palestina dari penjajahan Israel. Perjuangan ini bisa dilakukan bersama dengan negara-negara di lingkup ASEAN, OKI, Liga Arab, dan PBB.

Menanggapi rekomendasi yang telah disampaikan oleh pembicara, Ahrul Tsani Fathurrahman mengatakan Kementerian Luar Negeri menerima semua masukan, serta terus mencari cara supaya bantuan ke Gaza dapat dikirim secara cepat dan tepat sasaran.

“Pemerintah telah mengalokasikan dana khusus untuk penyaluran ke Palestina yang diberikan dalam bentuk beasiswa, biaya hidup, serta makanan pokok,” tandas Ahrul.

Diskusi ini menjadi bagian dari komitmen Adara sebagai lembaga kemanusiaan, untuk mendorong elemen bangsa dalam memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina dengan mengedepankan dialog yang konstruktif untuk menyelesaikan persoalan.

FGD tersebut setidaknya menyuarakan tiga hal utama. Para tokoh bersepakat bahwa isu Palestina harus menjadi agenda prioritas dari lembaga legislatif dan eksekutif dalam 100 hari pertama kerja mereka, mendesak pemerintah untuk fokus mengawal bantuan kemanusiaan sehingga tepat sasaran, dan memperkuat peran Indonesia di forum-forum internasional.[]

indonesia dan palestina