Gelar Diskusi Pilkada, Alumni IKA FISIP USK Ingin Calon Gurbernur yang Cerdas dan Pemersatu
"Pertama, kita membutuhkan figur calon pemimpin yang memiliki kapasitas, integritas, dan sinergitas. Kedua, pemilih yang rasional dengan pendidikan politik untuk meminimalisir praktik politik uang. Ketiga, sistem dan penyelenggara yang fair dan adil," kat

IKA Fisip USK
PINTOE.CO - Sejumlah alumni IKA FISIP Universitas Syiah Kuala (USK) menggelar diskusi membahas Pilkada Aceh 2024 yang berlangsung secara online.
Diskusi ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Iqbal Ahmady dan Iksan, yang keduanya adalah alumni FISIP USK.
Dalam diskusi tersebut, Iqbal menekankan pentingnya tiga indikator untuk memastikan Pilkada Aceh yang berkualitas.
"Pertama, kita membutuhkan figur calon pemimpin yang memiliki kapasitas, integritas, dan sinergitas. Kedua, pemilih yang rasional dengan pendidikan politik untuk meminimalisir praktik politik uang. Ketiga, sistem dan penyelenggara yang fair dan adil," kata Iqbal yang juga alumni FISIP Universitas Indonesia.
Menurut Iqbal figur pemimpin Aceh yang ideal harus mampu berkolaborasi dengan semua elemen di daerah dan dengan Pemerintah Pusat untuk membawa Aceh keluar dari ketertinggalan.
"Pemimpin Aceh harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dengan semua pihak, baik di internal daerah maupun dengan Pemerintah Pusat, agar dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapi Aceh," tambahnya.
Sementara itu Iksan, dosen FISIP Universitas Teuku Umar, mengatakan pentingnya memahami konteks sosial dan birokrasi di Aceh untuk menciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan efisien.
"Memahami konteks sosial dan birokrasi di Aceh sangat penting untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien," kata Iksan.
Selain dua narasumber utama, diskusi ini juga menghadirkan beberapa penanggap, seperti Rahmad Maulana (Remol), Shaivannur (Dekpan), dan T. Muda Bentara.
Rahmad Maulana, yang akrab disapa Remol dari Cratologi Communication, menekankan pentingnya pemimpin Aceh yang peka terhadap isu-isu sosial seperti krisis lingkungan.
"Pemimpin Aceh harus pro terhadap isu-isu sosial, termasuk krisis lingkungan dan deforestasi," kata Remol.
Sementara itu T. Muda Bentara melihat bahwa Aceh membutuhkan sosok pemimpin yang memahami Aceh dan memiliki kekuatan komunikasi politik dengan pemerintah pusat.
"Komunikasi politik antara Aceh dan Jakarta sangat penting untuk sumber pembangunan Aceh. Pemimpin Aceh harus mampu menjalin komunikasi yang baik dengan pemerintah pusat," ujar Muda.
Selain itu Shaivannur, yang dikenal dengan sapaan Dekpan, menilai bahwa Aceh membutuhkan pemimpin yang berani, cerdas, dan kolaboratif.
"Pemimpin Aceh harus mampu menerjemahkan persoalan di Aceh dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menemukan solusi," tegas Dekpan.
Shaivannur juga menekankan pentingnya keterlibatan intelektual dan akademisi dalam proses politik di Aceh.
"Kampus harus aktif memberikan komentar atau kritik membangun terhadap calon pemimpin Aceh terkait visi dan misi mereka, serta menyarankan ide-ide konstruktif," tambahnya.
Acara diskusi tersebut diikuti oleh lebih dari 350 peserta, yang tidak hanya berasal dari IKA FISIP, tetapi juga dari berbagai latar belakang seperti aktivis sosial, pers, dan akademisi.[]