Guru juga mengungkapkan bahwa para siswa mengeluh pusing dan sakit kepala, sehingga siswa sulit berkonsentrasi bahkan mengalami masalah kesehatan, seperti mimisan.

Filipina Liburkan Sekolah karena Panas Ekstrem, Siswa Sampai Mimisan

Ilustrasi cuaca panas | Freepik

PINTOE.CO -  Ribuan sekolah di Filipina memutuskan untuk menutup kelas tatap muka baru-baru ini.  Departemen Pendidikan Filipina mengonfirmasi bahwa tindakan ini diambil karena sebagian wilayah negara tersebut mengalami suhu yang sangat tinggi.

Data resmi menunjukkan bahwa sebanyak 5.288 sekolah di seluruh Filipina telah beralih ke pembelajaran jarak jauh, yang mengakibatkan lebih dari 3,6 juta siswa terkena dampaknya.

Filipina memang biasanya mengalami musim panas dan kering memasuki bulan Maret, April, dan Mei. Namun situasi ini semakin buruk karena fenomena cuaca El Nino.


Banyak Sekolah Tidak Mempunyai Pendingin Udara

Bukan tanpa alasan Departemen meliburkan sekolah. Faktanya, banyak ruang sekolah di sana yang tidak memiliki AC atau kipas sebagai pendingin udara. Siswa harus belajar dengan situasi panas yang penuh dan berventilasi buruk.

Dikutip dari AFP, seorang guru bernama Mayette Paulino menuturkan siswanya yang paling pintar kehilangan semangat belajar.

"Bahkan siswa saya yang paling cerdas pun tidak berminat menjawab pertanyaan, karena cuaca sangat panas," ujar Mayette.

Departemen Pendidikan baru-baru ini mengeluarkan saran kepada kepala sekolah untuk mengambil keputusan beralih ke pembelajaran jarak jauh ketika cuaca menjadi sangat panas atau terjadi bencana lainnya.

Beberapa sekolah juga menyesuaikan jadwal pelajaran mereka untuk menghindari mengajar pada jam-jam terpanas dalam sehari.

"Kondisi ruang kelas kami tidak bisa menanggung cuaca seperti ini. Kami memiliki rasio satu guru untuk 60-70 siswa di ruang kelas yang ventilasinya kurang baik," ujar ketua serikat pengajar dari Aliansi Guru Peduli (ACT) di Kawasan Ibu Kota Negara, Ruby Bernardo, seperti yang dilaporkan oleh The Guardian.

Menurut survei yang dilakukan oleh serikat pekerja, 90 persen guru menyatakan bahwa mereka hanya memiliki dua kipas angin di ruang kelas untuk menjaga agar tetap sejuk.


Siswa Tidak Fokus Belajar dan Mengalami Masalah Kesehatan

Guru juga mengungkapkan bahwa para siswa mengeluh pusing dan sakit kepala, sehingga siswa sulit berkonsentrasi bahkan mengalami masalah kesehatan, seperti mimisan. ACT mendesak pemerintah untuk mengembalikan jadwal sekolah ke kondisi sebelum pandemi, sehingga siswa memiliki waktu istirahat selama bulan-bulan terpanas, sesuatu yang sedang diterapkan secara bertahap oleh pemerintah.

"Panasnya sungguh menyiksa, anak-anak saya tak tahan. Beberapa teman sekelas mereka jatuh sakit, mereka mengalami sakit kepala karena panas yang ekstrem. Anak bungsu saya bahkan menderita panas, panas yang ekstrem sangat berdampak buruk bagi kesehatannya," kata Bheapril Balbin, seorang orang tua dari dua siswa sekolah dasar.

Selama Minggu Paskah di Manila, dilaporkan bahwa anak-anak bermain di kolam portabel yang dipasang di jalan-jalan agar tetap merasa sejuk.

Indeks panas diperkirakan bisa mencapai tingkat "bahaya" di angka 42 sampai 43 derajat Celsius di beberapa wilayah Filipina.

Pada Jumat (5 April lalu), suhu di ibu kota Manila sudah menyentuh angka 35,5 derajat Celsius.


Keadaan Iklim Global Kode Merah

Menurut laporan dari CNBC Indonesia, pada 19 Maret 2024, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengeluarkan peringatan kode merah terkait kondisi iklim global. Es di kutub dilaporkan mencair dengan tingkat yang semakin cepat dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.

Selain itu, WMO juga menyoroti peningkatan jumlah bencana yang terjadi akibat perubahan iklim. Meskipun demikian, WMO menyatakan bahwa upaya global dalam mengatasi perubahan iklim masih perlu ditingkatkan, terutama dalam hal pendanaan.

Aliran keuangan global terkait iklim meningkat hampir dua kali lipat pada periode 2021-2022 dibandingkan dengan 2019-2020. Namun, meskipun jumlahnya mencapai US$1,3 triliun, hal ini hanya mewakili 1 persen dari PDB global.

"Meskipun jumlah investasi mencapai US$1,3 triliun, setara dengan PDB Indonesia dan sekitar setengah PDB Perancis, namun diperlukan peningkatan enam kali lipat hingga mencapai US$9 triliun pada tahun 2030 agar tetap sesuai dengan target penurunan suhu sebesar 1,5 derajat Celcius yang ditetapkan oleh Perjanjian Paris," ujar perwakilan organisasi nirlaba Climate Policy Initiative.

Melihat situasi iklim dan perubahan cuaca yang begitu ekstrem, baik di Filipina maupun seluruh dunia, pemerintah perlu mengambil tindak serius menghadapi permasalahan ini.[]

filipina elnino panasekstrem pintoe beritaterkini beritaterbaru