Ipda Rusdi Dipecat dari Kepolisian usai Membongkar Kejahatan Mafia BBM di NTT
Ipda Rusdi menyebut pemecatan dirinya oleh Polda NTT merupakan sebuah keputusan yang sangat menjijikkan.
Rudy Soik, polisi yang dipecat usai mengungkap mafia BBM di NTT (Harian Jogja)
PINTOE.CO - Inspektur Dua Rudy Soik mengungkapkan kekecewaannya atas putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap dirinya. Menurut Rudy, keputusan tersebut diambil tanpa memberinya kesempatan yang adil bagi dirinya untuk menjelaskan duduk perkara sebenarnya.
Dikutip dari Tempo, kasus ini bermula saat Ipda Rudy Soik melaporkan soal kelangkaan BBM nelayan di Kota Kupang, NTT. Atas laporannya, Kapolres Kota Kupang Aldinan mengeluarkan surat perintah penyelidikan. Berdasar surat itu, Ipda Rudi mendatangi rumah seorang warga Kota Kupang, yakni Ahmad Ansar.
Ahmad Ansar membeli minyak menggunakan barcode nelayan, padahal dia tak memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI).
Ipda Rudi kemudian memerintahkan anggotanya untuk memasang garis polisi atau police line di rumah tersebut. Setelah melapor kepada Kapolresta, Aldinan memberi perintah unruk memanggil Ahmad Ansar. Perintah ini tertuang dalam berita acara pemeriksaan atau BAP.
Pada 25 Juni, Ipda Rudy mendapat informasi bahwa Ahmad Ansar memiliki kedekatan dengan anggota Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda NTT. Selain itu, ditemukan informasi bahwa Ahmad merupakan residivis kasus BBM ilegal. Ia pernah ditangkap oleh petugas Patroli Sabara Polda NTT, namun yang diproses hukum justru anggota Sabara yang membekuknya. Ada pula laporan soal Ahmad Ansar yang diduga pernah menyuap bawahan Ipda Rudi.
Pada 28 Agustus 2024, Polda NTT mengeluarkan surat yang menyatakan Ipda Rudy Soik melanggar Kode Etik Polri Nomor PUT/32/VIII/2024/KKEP. Rudi kemudian didemosi keluar dari NTT menuju Papua selama tiga tahun. Terhadap putusan ini, Rudi mengajukan banding.
Hampir dua bulan kemudian, Ipda Rudy Soik dipanggil untuk mengikuti sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP). Pada sidang 11 Oktober 2024, Ipda Rudy dituntut melanggar kode etik. Dalam sidang itu pula Ipda Rudi dinyatakan diberhentikan dengan tidak hormat oleh Polda NTT.
"Saya datang ke TKP bukan kemauan pribadi, saya memiliki surat tugas. Jika saya dianggap salah dalam memasang police line, tunjukkan SOP yang benar. Kenapa hanya saya yang dipersoalkan sementara banyak pelanggaran yang lebih berat dibiarkan?" ia mengkritik.
Dalam sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) pada 11 Oktober 2024, Ipda Rudy Soik dituntut melanggar kode etik berupa pemasangan garis polisi yang tidak sesuai prosedur. Meski kecewa, Rudy Soik menyatakan akan menempuh jalur hukum dengan mengajukan banding dan Peninjauan Kembali (PK).
"Keputusan ini sangat menjijikkan, tapi saya masih akan berjuang sesuai dengan mekanisme hukum yang ada," katanya.[]