Apkasindo Aceh Tolak Penggabungan Badan Pengelola Kakao dan Kelapa ke BPDPKS
"Produktivitas kelapa sawit rakyat saat ini masih sangat rendah. Ini karena sarana dan prasarana yang masih kurang serta kemampuan petani yang masih lemah. Kelembagaan petani juga belum kuat," kata Fadhli Ali.
Ilustrasi
PINTOE.CO - Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW Apkasindo) Aceh menolak rencana penggabungan badan pengelola kakao dan kelapa ke dalam Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Sekretaris DPW Apkasindo Aceh, Fadhli Ali, mengatakan banyak petani kelapa sawit masih belum mendapat bantuan dari program yang dibiayai pungutan ekspor CPO yang dikelola oleh BPDPKS.
"Produktivitas kelapa sawit rakyat saat ini masih sangat rendah. Ini karena sarana dan prasarana yang masih kurang serta kemampuan petani yang masih lemah. Kelembagaan petani juga belum kuat," kata Fadhli Ali pada Jumat, 12 Juli 2024.
Menurutnya, saat ini tidak tepat untuk mengalihkan sebagian anggaran BPDPKS yang berasal dari sawit untuk kakao dan kelapa.
"Banyak kebutuhan seperti pupuk, drainase, jalan akses ke kebun yang masih perlu diperhatikan melalui program dana BPDPKS di provinsi dan kabupaten sentra sawit di Indonesia," jelasnya.
Fadhli Ali juga menambahkan bahwa produktivitas kelapa sawit rakyat di Aceh masih sangat rendah, yaitu 2,838 ton CPO per tahun, dibandingkan dengan rata-rata nasional 3,745 ton CPO per tahun. Sementara itu, kebun sawit besar di Aceh bisa menghasilkan lebih dari enam ton CPO per tahun.
"Petani sawit masih sangat membutuhkan dukungan dari BPDPKS," tegasnya.
Ia juga menyebut bahwa BPDPKS mendapat tugas baru untuk menggunakan dana sawit untuk urusan kakao dan kelapa.
Fadhli meminta pemerintah untuk menjelaskan regulasi pemanfaatan dana BPDPKS untuk badan pengelola kakao dan kelapa.
"Bukan tidak boleh, tapi momennya belum tepat. Petani sawit masih belum terurus dengan baik dari dana pungutan ekspor sawit. Kenapa dana perkelapasawitan digunakan untuk urusan lain lagi?" tutupnya.[]