Nezar Patria dan Harapan Keadilan Digital Bagi Seluruh Rakyat Aceh
"Luar biasa. Ini judulnya sesi sharing, tapi berasa seperti pengadilan adat," kata Nezar sembari tertawa lebar.
Wamenkominfo Nezar Patria di Aceh | Foto-foto: Taufik RIfai for PINTOE.CO
PINTOE.CO - Jarum jam sudah bergerak ke pukul satu dinihari pada Jumat malam (29 Maret 2024) ketika Nezar Patria mengakhiri sesi sharing di sebuah kafe di Banda Aceh. Semula, diskusi yang dimulai pukul 22.00 WIB itu dijadwalkan berakhir tepat pukul 00.00 WIB. Namun, untuk memenuhi rasa antusias seratusan orang yang berkumpul di sana, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika RI itu mencoba menjawab semua pertanyaan, hingga tak terasa durasi waktunya sudah lebih satu jam dari jadwal.
Pertanyaan dan pernyataan dari audiens yang hadir cukup beragam. Dari persoalan judi online yang 'mati satu tumbuh seribu', perkembangan artificial intelligence, ketiadaan akses internet di beberapa lokasi di Aceh, perlunya terobosan ekonomi digital agar Aceh tak tergantung pada APBA, perundungan online yang dialami wanita muda yang bergiat di modelling, hingga jerat narkoba yang oleh Nezar disebut sebagai "bubuk setan".
"Luar biasa. Ini judulnya sesi sharing, tapi berasa seperti pengadilan adat," kata Nezar sembari tertawa lebar. Candaan putra asli Banda Aceh itu berhasil mencairkan suasana acara yang dikemas dengan tajuk 'Peugrob Nezar'. Audiensnya dari berbagai kalangan. Dari komunitas pegiat digital, modelling, jurnalis, hingga akademisi.
Malam itu Nezar hadir di sana dalam rangkaian peluncuran Markas Aceh, semacam sekolah nonformal yang diinisiasi oleh Kominfo untuk tempat kursus, diskusi dan networking bagi pegiat ekonomi digital.
"Pada mulanya Aceh tidak masuk dalam daftar. Tetapi secara khusus saya minta Aceh dimasukkan dan sekarang menjadi kota ketiga peluncurannya setelah Jakarta dan Surabaya," kata Nezar malam itu.
Bukan tanpa alasan Nezar ingin Aceh masuk dalam daftar pendirian Markas. Di sejumlah kesempatan selama dua hari berada di Aceh, Nezar menyinggung soal bagaimana agar ekonomi Aceh tidak hanya bergantung pada APBD. Apalagi, Dana Otonomi Khusus belasan triliun per tahun yang diterima Aceh sejak 2008 akan berakhir pada 2027. Artinya, Aceh hanya punya waktu tiga tahun dari sekarang untuk menyiapkan potensi baru sebagai sumber pendapatan. Dengan hadirnya Markas Aceh, Nezar berharap akan lahir lebi banyak start up digital untuk menggarap dan mempromosikan kekayaan komoditi Aceh ke pasar luar.
Nezar ingin lebih start up digital semacam Bepahkupi yang didirikan di Jakata oleh Win Ariga, putra Bener Meriah. Kini, Bepahkupi bekerja sama dengan petani Gayo untuk memasarkan kopi mereka ke luar negeri.
Di level nasional, Nezar mencontohkan bagaimana startup eFishery yang bergerak di bidang pemberian pakan lele, bisa meraup renevue hingga Rp6 triliun per tahun.
"Itu hanya dari menciptakan mesin pemberi makan eungkot seungko (ikan lele) saja, bisa menghasilkan Rp6 triliun," kata Nezar, menggambarkan betapa besarnya cuan yang bisa dihasilkan dari ekonomi digital.
Pada 2022, kontribusi ekonomi digital bagi Indonesia sebesar 5,11% dari Produk Domestik Brutto (PDB) Indonesia. Pada 2023, nilai 40% dari total nilai transaksi ekonomi digital di ASEAN.
Pada 2023, transaksi terbesar ekonomi digital nasional berasal dari e-commerce yang mencapai 62 miliar US Dolar. Disusul transporasi dan makanan 7 miliar USD, media online 7 miliar USD dan perjalanan online 6 miliar USD.
"Ini adalah potensi besar dari ekonomi digital yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha dan jumlahnya akan terus bertumbuh," tambah Nezar.
Masalahnya, ada sejumlah hal yang butuh dibereskan agar ekonomi digital ini bisa berjalan merata di seluruh Aceh.
Ketua Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Aceh, Fakhrullah Maulana, memaparkan temuannya. Kata dia, hingga kini masih ada 536 desa di Aceh yang belum terjangkau internet. Selain itu, ada 149 desa yang mengalami blankspot.
"Di Pulo Aceh, yang tak jauh dari Banda Aceh saja, sampai hari ini internet susah. Selama ini sudah banyak janji. Karena itu, kami minta tolong sama Bang Nezar karena seharusnya dengan hadirnya Satelit Nusantara 5, hal ini seharusnya tidak terjadi lagi," kata Maulana.
Dia juga menyebut literasi digital yang diselenggarakan Kominfo belum merata ke daerah-daerah.
Pemerataan literasi digital, kata Maulana, dibutuhkan untuk menangkal sisi negatif internet. Untuk mengatasi, judi online, misalnya, Maulana berpendapat hal itu hanya bisa efektif lewat pemahaman literasi digital. Sebab, meskipun Kominfo mati-matian memeranginya dengan memutus akses terhadap situs judi, besoknya dia akan muncul lebih banyak dengan nama domain baru.
Merespon itu, Nezar mengatakan dalam rapat-rapat di Kominfo dirinya meminta pelatihan digital untuk Aceh diperbanyak. Itu lantaran ada data yang menyebut indeks daya saing digital Aceh masih kurang.
Catatan PINTOE.CO, indeks daya saing digital Provinsi Aceh tahun 2023 berada di urutan 24 dari 38 provinsi. Posisi ini sama dengan tahun sebelumnya. Dibanding tahun 2020, turun dua tingkat dari urutan 22. Data itu diterbitkan oleh perusahaan investasi East Ventura yang berpusat di Singapura.
Indeks daya saing digital ini diukur berdasarkan sejumlah indikator seperti sumber daya manusia berkemampuan digital, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), pengeluaran untuk TIK, kontribusi PDRB untuk TIK, rasio pekerja yang menggunakan TIK, infrasruktur penunjang, keuangan (seperti persentase pengguna e-wallet), regulasi dan kapasitas pemerintah daerah dan hal lain terkait digitalisasi. (Lihat: Indeks Daya Saing Digital Aceh Urutan 24, Turun dari 2020)
Melihat data itu, sangat wajar jika Nezar yang putra Aceh ingin berbuat lebih banyak bagi perkembangan ekonomi digital Aceh yang bersinggungan dengan ranah kerjanya sebagai Wakil Menteri Kominfo.
"Tahun ini sudah diusulkan supaya ada kegiatan yang sama di beberapa tempat sampai ke pantai selatan, timur, dan bagian tengah Aceh. Tapi memang kita perlu berbagi kuota pelatihan dengan daerah lain," kata Nezar.
Terkait masih adanya desa yang belum terjangkau internet, Nezar mengatakan hal itu menjadi perhatiannya, termasuk mengatasi blankspot.
"Ini sedang dalam proses. Saya akan kawal ini," kata Nezar yang disambut tepuk tangan audiens.
Pendirian Markas Aceh untuk mendorong bergeraknya motor ekonomi digital di Aceh baru tahap awal. Selain itu, dibutuhkan dukungan ekosistem digital dari pemerintah daerah, termasuk menerbitkan regulasi pendukungnya.
Untungnya, Pj Gubernur Aceh Bustami Hamzah punya pandangan serupa. Karena itu, Bustami juga telah menyediakan lahan untuk pembangunan Markas Aceh di kawasan Lampineung Banda Aceh.
Jika sebelumnya kita mengenal istilah 'Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka dalam konteks Aceh, di era digital ini tentu tak berlebihan kita kita berharap adanya 'keadilan digital bagi seluruh rakyat Aceh.'
Malam itu, di kafe di kawasan Pango itu, Nezar Patria menyerap harapan anak muda Aceh yang ingin daerahnya bergerak maju.
"Saya senang sekali malam ini. Saya melihat Aceh masa depan di mata kawan-kawan semua," tutup Nezar.[]