Banyak Disalahgunakan, BPOM Usul Ketamin Masuk Golongan Psikotropika
Berdasarkan temuan BPOM, ketamin didapatkan anak gen Z dan Alpha melalui tangan orang dewasa. Obat tersebut dibeli oleh orang dewasa di apotek kemudian didistribusikan kembali ke anak usia remaja.
Ilustrasi. Ahli memperingatkan efek samping penggunaan ketamin secara bebas mulai dari adiksi sampai gangguan saraf I Foto: Istockphoto/Jeniffer Fontan
PINTOE.CO - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, mengungkap penyalahgunaan ketamin banyak dilakukan oleh anak usia sekolah, terutama generasi Z dan Alpha.
"Jadi intinya (ketamin) banyak digunakan oleh anak-anak sekolah, generasi Z dan generasi Alpha," kata Taruna Ikrar dikutip dari CNN INdonesia pada Rabu, 11 Desember 2024.
Berdasarkan temuan BPOM, ketamin didapatkan anak gen Z dan Alpha melalui tangan orang dewasa.
Obat tersebut dibeli oleh orang dewasa di apotek kemudian didistribusikan kembali ke anak usia remaja.
"Jadi anak-anak ini tidak datang ke apotek membeli, tapi ada kelompok punya usaha tersendiri, misalnya usaha tato, usaha apa, itu yang menjual yang membeli baru didistribusikan," kata Ikrar.
Ketamin sendiri saat ini termasuk dalam golongan obat keras yang tidak bisa dikonsumsi sembarangan karena bisa menyebabkan halusinasi dan memiliki efek psikotropika. Pemakaian ketamin harus berdasarkan resep dokter dan pengawasan dari tim medis.
Lantaran sering disalahgunakan dikalangan masyarakat, BPOM mengusulkan ketamin masuk dalam golongan psikotropika.
Ketamin merupakan obat anestesi yang biasa digunakan dalam prosedur medis. Namun di sisi lain, ketamin juga bisa memberikan efek samping seperti halusinasi yang mirip dengan LSD (lysergic acid diethylamide) dan angel dust (phencyclidine) yang dikenal sebagai jenis jenis narkotika.
Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada, Prof Zullies Ikawati, menuturkan ketamin merupakan obat anestesi atau obat bius. Namun, kini ketamin tidak banyak dipakai sebab ada alternatif obat bius yang dinilai lebih aman.
"Efeknya bisa membius, kemudian antinyeri, dia bisa untuk antidepresan, lalu ada efek psikotropik atau ke arah psikis, ada efek halusinasi. Itulah kemudian yang bikin disalahgunakan, buat rekreasi yang berarti mencari kesenangan lewat obat," jelas Zullies dikutip dari CNNIndonesia.com, Senin, 9 Desember 2024.
Efek samping lainnya bisa berupa gangguan memori, gangguan kecemasan, gangguan saraf lebih lanjut, bahkan bisa terjadi kerusakan organ tubuh, termasuk jantung.
Zulies mengatakan ketamin juga bisa memicu adiksi, di mana seseorang memiliki keinginan yang menerus untuk mengonsumsi obat. Dosisnya pun bisa bertambah seiring pemakaian.
"Nambah lagi dosisnya, lama-lama overdosis. Itu pun kalau withdraw, tubuhnya putus obat, ada efek sakau. Kalau sakau, efeknya sudah ke fisik," ujar Zulies.
Zulies sepakat jika ketamin dimasukkan ke dalam golong psikotropika. Meski sejatinya masuk kelompok obat anestesi. Namun, efek sampingnya membuat ketamin rentan disalahgunakan.
"Ini ada efek ke arah mental, psikis, euforia, ada potensi disalahgunakan. Lebih baik diatur. Kalau masuk golongan psikotropika, kan, ada aturan ketat, kemudian peredarannya seperti apa," ujarnya.
BPOM mengkaji kemungkinan perubahan regulasi yang memungkinkan obat ketamin masuk ke dalam golongan psikotropika.
BPOM sendiri sebelumnya menemukan sebanyak 440 ribu vial ketamin didistribusikan sepanjang 2024. Sebanyak 152 ribu vial ketamin didistribusikan ke apotek umum yang pembeliannya rentan dilakukan tanpa resep dokter. Angka ini meningkat 246 persen dari tahun 2023 yang hanya mencatat pendistribusian 44 ribu viral ke apotek.
Saat ini, BPOM RI tengah mengkaji lebih lanjut bagaimana obat-obatan tersebut bisa banyak keluar melalui apotek tanpa indikasi yang jelas.
Bali menjadi wilayah peredaran ketamin injeksi paling tinggi, diikuti oleh Jawa Barat, Jawa Timur pada kategori sedang. Selanjutnya ada DI Yogyakarta, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat pada kategori rendah.[]
Editor: Lia Dali