Perwakilan suku asli tersebut melakukan pertujukan adat Papua di depan MA sebagai simbol perjuangan mempertahankan tanah leluhur dari ancaman deforestasi. 

All Eyes on Papua Ramai di X, Suku Awyu: Lahan Sawit Menghapus Jejak Budaya Kami

Foto: greenpeace.org

PINTOE.CO - Sejumlah warga dari suku Awyu, Papua Selatan tampil mengenakan pakaian adat mereka, lengkap dengan tombak, panah, serta membawa hasil hutan seperti sagu, cawat, motu dan pelepah nibung. 

Mereka hadir di depan Mahkamah Agung Jakarta pada 27 Mei lalu untuk menyuarakan protes keras terhadap pembukaan perkebunan kelapa sawit di hutan adat mereka.

Perwakilan suku asli tersebut melakukan pertujukan adat Papua di depan MA sebagai simbol perjuangan mempertahankan tanah leluhur dari ancaman deforestasi. 

“Kami datang menempuh jarak yang jauh, rumit, dan mahal dari Tanah Papua ke Ibu Kota Jakarta, untuk meminta Mahkamah Agung memulihkan hak-hak kami yang dirampas dengan membatalkan izin perusahaan sawit yang kini tengah kami lawan ini,” kata Hendrikus Woro.

Sebelumnya, hutan di Suku Awyu tersebut juga pernah dikonversi menjadi perkebunan sawit dan tersebar di Indonesia melalui Proyek Tanah Merah. 

Bahkan, PT. IAL telah mengantongi izin lingkungan yang sebagian berada di hutan adat Marga Moro dan bagian dari suku Awyu.

Mereka menyatakan bahwa pembukaan lahan sawit tidak hanya merugikan mereka secara ekonomi dan sosial, tetapi juga mengancam keberlanjutan lingkungan.

"Pembukaan hutan untuk perkebunan sawit akan menghancurkan ekosistem dan menghapus jejak budaya kami," ujar Hendrikus Woro. 

"Hutan ini adalah sumber kehidupan kami. Kami tidak bisa tinggal diam saat perusahaan-perusahaan besar menghancurkannya."

Ancaman deforestasi yang diakibatkan oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit ini tidak hanya menjadi masalah lokal, tetapi juga berimplikasi luas terhadap perubahan iklim global. 

Deforestasi merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia. 

Dalam komitmen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), pemerintah Indonesia telah berjanji untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% dengan usaha sendiri dan 43,20% dengan bantuan internasional pada tahun 2020. 

Namun, kebijakan pembukaan lahan sawit ini dinilai bertentangan dengan komitmen tersebut.

Bukan sekali. Sang pelopor penggerak, pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu, Hendrikus ‘Franky’ Woro, telah melayangkan gugatan ke Pemerintah Provinsi Papua sebelumnya. 

Suku Awyu merupakan kelompok etnis yang mendiami daerah aliran sungai Digul di pesisir Papua Selatan. Daerah tersebut masuk dalam wilayah Kabupaten Mappi.

Dari aksi protes tersebut, para perwakilan suku menggugat Pemerintah Provinsi Papua karena telah mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT.IAL.

Mereka mendesak dikembalikan dan diselamatkannya hutan dari pembukaan lahan perkebunan sawit. Kampanye tagar ini menjadi bentuk protes terhadap masyarakat adat Papua oleh perusahaan-perusahaan besar yang mengalihkan hutan adat menjadi perkebunan sawit.

Menurut Undang-undang Otonomi khusus Papua, semua Orang Asli Papua (OAP) merupakan masyarakat adat. Hampir seluruh sumber daya di hutan baik kayu maupun non kayu memberikan manfaat besar dalam kehidupan Orang Papua yang sebagian besar hidup bergantung kepada hutan dengan berburu dan meramu.

Oleh karena itu, melalui tagar All Eyes on Papua, masyarakat berharap dunia memperhatikan dan mendukung perjuangan mereka, karena kerusakan hutan Papua tidak hanya berdampak pada masyarakat setempat, tetapi juga terhadap lingkungan global.[]

papua sukuawyu