Garis kemiskinan di Indonesia pada Maret 2024 berdasarkan ukuran BPS adalah sebesar Rp 582.932 per kapita per bulan.

DPR Menolak, Airlangga Juga Enggan Kategorikan Orang Belum Punya Rumah Termasuk Miskin

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto I Foto: Istimewa

PINTOE.CO - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menganggap masyarakat Indonesia yang belum memiliki rumah belum dapat dikategorikan sebagai orang miskin.

Dia mengatakan kategori miskin harus diukur dengan berbagai indikator statistik, apalagi Badan Pusat Statistik (BPS) telah memiliki ukuran sendiri dalam menentukan definisi masyarakat miskin, yaitu orang yang pengeluarannya di bawah garis kemiskinan.

Garis kemiskinan di Indonesia pada Maret 2024 berdasarkan ukuran BPS adalah sebesar Rp 582.932 per kapita per bulan. Garis kemiskinan ini naik sebesar 5,90 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Ya kita berbasis statistik," kata Airlangga dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat, 20 Desember 2024.

Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, mengusulkan penduduk yang belum memiliki rumah untuk masuk ke dalam kategori warga miskin.

“Saya pikir sangat pantas kita masukkan juga kalau orang belum punya rumah, rumah pertama masuk kategori miskin," ujar Maruarar dalam acara Rakornas Keuangan Daerah Kemendagri, Jakarta pada Rabu, 18 Desember 2024.

Dia lantas membandingkan kriteria masyarakat miskin yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, yakni konsumsi batas kalori harian tertentu saja sudah dianggap keluar dari kategori masyarakat miskin.

"Bagaimana dia dianggap sudah tidak miskin, sementara dia belum punya rumah?” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi V DPR, Syaiful Huda, meminta Maruarar Sirait tidak serampangan mengkategorikan orang yang tidak punya rumah masuk kategori miskin. Menurutnya, terkadang orang memilih tidak punya rumah karena faktor kenyamanan bukan karena unsur ketidakmampuan.

"Kalangan Gen Z banyak yang memilih sewa apartemen di pusat kota karena faktor kenyamanan. Dekat dengan tempat kerja, dekat pusat hiburan. Lalu apakah mereka kita kategorikan mereka miskin,” ujar Syaiful seperti diberitakan Wartaekonomi pada Kamis, 19 Desember 2024.

Huda mengatakan di kawasan pedesaan tidak sedikit warga yang memilih tidak membeli rumah dan tinggal satu atap bersama keluarga besar karena alasan klutural, padahal mereka memiliki pekerjaan tetap dan akses untuk memiliki rumah. 

“Kondisi mereka cukup mampu untuk membeli rumah masing-masing. Lalu apa ini dikategorikan miskin?,” katanya.

Dia menilai usulan untuk memasukkan rakyat yang belum memiliki rumah ke dalam kategori miskin perlu kajian mendalam.

Selain itu juga harus ada kesepakatan bersama dari Bappenas, BPS maupun lembaga terkait untuk memasukkan klausul tidak punya rumah sebagai indikator kemiskinan.

Dia mengatakan indikator kemiskinan yang dirujuk Bank Dunia, UNDP, IMF, hingga BPS umumnya terdiri dari dua unsur, yakni moneter seperti pemasukan dan pengeluaran serta non-monoter seperti akses layanan dasar. 

"Jadi perlu kejelasan apakah tidak mempunyai rumah masuk unsur monoter atau nonmoneter untuk menjadi indikator kemiskinan,” ujarnya.

Meski demikian, dia tetap mendukung penuh program tiga juta rumah per tahun yang dicanangkan oleh pemerintah.[]
 

Editor: Lia Dali

kategori miskin perumahan