DKP Aceh Segel Bagan Apung Ilegal di Kawasan Konservasi Simeulue
Pengawasan dan tindakan tegas diperlukan untuk mendorong kepatuhan pelaku usaha penangkapan ikan di Aceh.

Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh menyegel satu unit bagan apung ilegal yang beroperasi di kawasan konservasi Simeulue I Foto: Dok. DKP Aceh
PINTOE.CO - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, Aliman, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyegel satu bagan apung tidak berizin milik warga Simeulu.
Bagan apung itu beroperasi di Lhok Air Pinang, kawasan konservasi yang mencakup Pulau Pinang, Pulau Siumat, dan Pulau Simanaha (PISISI) di perairan Pulau Simeulue.
"Kami telah melakukan penyegelan dan penghentian sementara satu unit bagan apung milik warga Simeulue Timur berinisial SR (38)," ujar Aliman dilansir Antara, Senin, 16 Desember 2024.
Aliman menjelaskan penyegelan dilakukan setelah DKP menerima laporan dari masyarakat mengenai aktivitas ilegal di kawasan konservasi tersebut.
Sebelumnya, SR (pemilik kapal) telah diberikan surat teguran oleh perangkat sidang adat laut Lhok Air Pinang untuk memindahkan bagan apungnya karena melanggar aturan adat Lhok Air Pinang. Namun, teguran tersebut diabaikan.
"Namun, karena peringatan tersebut diabaikan oleh pemilik, perangkat adat menyerahkan penyelesaian kasus perikanan tersebut kepada kita, sehingga akhirnya kita lakukan penyegelan," ujarnya.
Pemilik bagan dinilai telah melanggar PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Serta, PP Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan.
Pada Juli 2024, DKP melayangkan teguran untuk menghentikan sementara kegiatan yang melanggar aturan tersebut. Namun, SR tetap mengabaikannya.
DKP kemudian mengeluarkan surat teguran kedua pada November 2024 yang berisi peringatan akan tindakan paksaan oleh pemerintah jika bagan tidak segera dipindahkan.
Pada 11 Desember 2024, setelah berkoordinasi dengan aparatur desa, SR akhirnya memindahkan bagan apungnya secara sukarela dan menandatangani berita acara penyegelan.
“Kami memberikan tanda segel yang disertai Garis Pengawas Perikanan sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021," kata Aliman.
Dia menegaskan bahwa pengawasan dan tindakan tegas diperlukan untuk mendorong kepatuhan pelaku usaha penangkapan ikan di Aceh.
Penghentian sementara usaha bagan SR dilakukan karena aktivitasnya dinilai berdampak negatif secara ekonomi dan sosial-budaya. Jika tidak dihentikan, dikhawatirkan bisa menimbulkan dampak lebih besar.
"Selain tidak berizin, Daerah Penangkapan Ikan bagan milik SR juga tidak sesuai dengan Jalur Penangkapan Ikan yang telah diatur," tambahnya.
SR dilarang merusak segel atau mengoperasikan bagan sebelum mengurus perizinan berusaha. Sebagai tindak lanjut atas ketidakpatuhan dalam perizinan, SR telah bersedia untuk mengurus perizinan tersebut.
"Namun segala tindakan melawan hukum pasca penyegelan dapat menyebabkan pemilik diproses lebih lanjut hingga dikenakan sanksi administratif yang lebih tegas oleh Pemerintah,” tegas Aliman.
DKP Aceh mengimbau seluruh pelaku usaha perikanan untuk mematuhi aturan mengenai perizinan berusaha, daerah penangkapan ikan, dan alat bantu penangkapan ikan serta menghormati hukum adat laut yang merupakan bagian dari kekayaan budaya maritim Aceh.
"Kami mengingatkan para pelaku usaha agar menjalankan usaha penangkapan ikan secara legal, sesuai aturan, dan melaporkan aktivitasnya sesuai peraturan perundang-undangan," ujar Aliman.[]
Editor: Lia Dali