Wali Kota Banda Aceh Pinjam Uang Bank 1 Miliar
Sebuah warung kopi yang dibangun sekitar tahun 1911 turut jadi target penggusuran.
Surat permohonan Wali Kotamadya Banda Aceh kepada Bank Bumi Daya | Foto: Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh
Baru sembilan bulan menjadi Wali Kota Banda Aceh untuk kedua kalinya, Teuku Oesman Jacoub ingin melenyapkan seluruh bangunan lapuk yang ada di Banda Aceh.
Tindakan itu tak sempat ia lakukan pada periode pertama kepemimpinannya dahulu, yakni dari tahun 1959 sampai 1967. Oleh karenanya, setelah diangkat kembali sebagai Wali Kota Banda Aceh pada Januari 1971, menggantikan Mayor Teuku Ibrahim yang mengundurkan diri karena sakit, Jacoub segera melakukan bersih-bersih tata ruang kota dengan menggusur.
Sebuah warung kopi yang dibangun sekitar tahun 1911 turut jadi target penggusuran. Pada 29 September 1971, warung kopi yang terletak di perempatan Jalan Sultan Iskandar Muda tersebut diberi cap “bouwvallig” oleh Jacoub. Menurut peraturan yang ada, setiap bangunan yang dikategorikan bouwvallig atau bobrok harus segera dibongkar oleh pemiliknya.
“Karena itu perlu diambil suatu tindakan pembongkaran,” tulis Jacoub dalam Surat Keputusan Wali Kota Kotamadya Banda Aceh No. 24/WK/1971 (Arsip DPKA, nomor AC08-154).
Ada dua desa yang dianggap membuat wajah Banda Aceh tampang usang, yakni Kampung Baru dan Peunayong. Kedua desa ini dipenuhi ratusan rumah dan toko obsolet berbahan kayu (semipermanen). Semuanya dibangun sebelum tahun 1930. Lingkungan di sekelilingnya pun tak tertata baik; jalan-jalannya semrawut serta parit-paritnya jorok.
Di Kampung Baru, sebuah desa yang terletak di pusat kota, ada 223 rumah yang wujudnya bikin pemandangan kota jadi jelek. Semuanya bangunan satu tingkat. Dalam laporan tertulisnya kepada wali kota, Kepala Dinas PU Kotamadya Banda Aceh Uti Pasaribu mengungkapkan bahwa rumah-rumah tersebut dihuni oleh para pegawai pemerintah, pedagang kecil, dan karyawan partikelir. Dan yang cukup mencengangkan: “Hampir semua bangunan tidak mempunjai WC”.
Sementara di Peunayong, ada 200 toko semipermanen yang bertingkat. Usianya juga sudah 40 tahun lebih. Atas kondisi-kondisi itu, maka Dinas PU mengusulkan kepada Wali Kota Banda Aceh agar semua rumah serta toko di Kampung Baru dan Peunayong direnovasi menjadi bangunan permanen dengan lantai dasar seluas 4x16 meter.
Pemerintah kota mendesak semua orang segera merenovasi bangunan lamanya dengan biaya yang ditanggung sendiri, tetapi desain bangunannya harus mengikuti buatan Dinas PU. Pemilik bangunan dilarang memakai desain sendiri (Arsip DPKA, Kutipan dari Daftar Surat-Surat Keputusan Wali Kota Banda Aceh, nomor AC08-142).
Pada tanggal 12 Agustus 1971, Jacoub mengumumkan bahwa semua pemilik bangunan satu tingkat dan nonpermanen di sepanjang Jalan T. Nyak Arief wajib secepatnya mengubah bangunan mereka menjadi bangunan permanen dan bertingkat dua.
Dalam surat pengumuman itu dinyatakan: “Mewadjibkan kepada setiap Pemilik (Penguasa) bangunan rumah/toko/kantor jang terletak disepandjang kiri-kanan Djl. T. Njak Arif, jang bangunannja tersebut bukan merupakan bangunan jang permanen dan tidak bertingkat, untuk segera memperbaiki/merombak/mengganti bangunan rumah/toko/Kantor tersebut mendjadi bangunan jang permanen dan bertingkat”.
Desakan dari Pemkot Banda Aceh menimbulkan komplain di kalangan pemilik bangunan. Tak semua pemilik bangunan punya uang untuk membiayai renonasi sesuai desain bangunan baru yang dibuat Dinas PU. Pemkot memahami keadaan ini.
Setelah mempelajari berbagai masukan, pemkot kemudian memutuskan untuk meminjam uang bank. Pada 1 November 1971, sebuah surat permohonan “kredit investasi” dilayangkan kepada Bank Bumi Daya yang berkantor di Langsa. Keputusan ini direstui Gubernur Aceh Abdullah Muzakkir Walad.
Dalam surat nomor 4544/19/71, Wali Kota Banda Aceh minta Bank Bumi Daya meminjamkan uang sebesar Rp1 miliar untuk menyukseskan program peremajaan Kota Banda Aceh. Pihak pemkot menjelaskan, peremajaan kota penting dilakukan mengingat Banda Aceh adalah ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Arsip DPKA, Surat Permohonan Kredit Investasi Sebesar Rp 1.000.000.000 untuk Peremajaan Kota Banda Aceh, nomor AC08-179).
Agar jajaran Direksi Bank Bumi Daya yakin dengan program tersebut, Jacoub menjelaskan bahwa semua pemilik bangunan tua di Kotamadya Banda Aceh sudah menyatakan kesediaannya untuk mengambil kredit dari pemkot. Para pemilik bangunan juga disebut berkomitmen melunasi kredit tersebut.
Dalam surat permohonannya kepada Bank Bumi Daya, Jacoub menyatakan: “Peremadjaan Kota jang dimaksud ialah merombak bangunan rumah2/toko2 kaju jang tua dan tidak dapat dipertanggungdjawabkan pemakaiannja lagi (bouwvallig verklaard) untuk dibangun kembali dengan toko2 baru bertingkat dan permanen. Persiapan dari perentjanaan ini telah diolah setjara matang, antara lain kami telah mengadakan rapat2 pertemuan dengan para pemilik/penghuni dari rumah2/toko2 kaju tersebut, jang mana dari pihak mereka telah menjatakan mendukung dan menjambut baik gagasan kami ini, beserta policy pelaksanaannja, termasuk menjetudjui sjarat2 jang ditetapkan untuk mendapatkan pindjaman biaja pembangunan”.
Selama berlangsung renovasi besar-besaran, tentu bangunan tidak dapat ditempati oleh pemiliknya. Untuk mengatasi persoalan ini, pemkot akan membeli tanah-tanah dan sawah-sawah di sebelah barat kota lalu di situ dibangun tempat tinggal sementara bagi mereka yang bangunannya sedang direnovasi.
Pemkot juga menyatakan bakal membangun pertokoan baru dengan anggaran Rp1 miliar tersebut. Nantinya ketika sudah rampung, toko-toko itu akan dijual dan keuntungannya dipakai untuk melunasi pinjaman dari Bank Bumi Daya. Artinya, uang pinjaman itu juga akan dipakai untuk investasi.
Jacoub yakin Pemkot Banda Aceh mampu melunasi pinjaman dari Bank Bumi Daya dalam jangka waktu 3 sampai 5 tahun. Pihak Bank Bumi Daya dipersilakan menyita aset pertokoan baru milik pemkot jika pinjaman Rp1 miliar tidak terbayar lunas saat jatuh tempo.
Peremajaan Kota Banda Aceh bukan cuma dengan membangun gedung-gedung baru yang cantik. Pemkot juga berencana membuat parit-parit baru yang lebih lebar, bersih, dan semuanya terhubung dengan ruas krueng (sungai) terdekat. Total panjang parit baru ini adalah 3.240 meter yang terbagi di tiga lokasi.
Lokasi pertama dari Pasar Aceh ke Krueng Daroy di Lampaseh sepanjang 800 meter. Lokasi kedua dari Jalan T. Nyak Arif ke Krueng Aceh di Lampulo sepanjang 1.840 meter. Lokasi ketiga dari Kampung Baru ke Krueng Doy di Punge dengan panjang 600 meter.
Jacoub berambisi menjadikan Banda Aceh sebagai kota yang rapi, sehat, dan betul-betul terlihat sebagaimana sebuah kota. Bukan seperti sebuah kampung besar ketinggalan zaman yang kebetulan menyandang gelar ibu kota provinsi.