BPOM Ancam Cabut Izin Apotek yang Jual Antibiotik Tanpa Resep
Taruna juga mengingatkan bahwa tenaga medis seperti dokter, seharusnya memiliki tanggung jawab atas pemberian antibiotik kepada pasien.

Ilustrasi antibiotik I Foto: Istimewa
PINTOE.CO - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, menegaskan pihaknya akan mencabut izin layanan jika para apoteker tidak mematuhi regulasi pemberian antibiotik dengan resep dokter.
Pernyataan itu merupakan peringatan kedua bagi sektor farmasi, menanggapi munculnya tren resistensi antibiotik yang terus meningkat di Indonesia.
"BPOM sebagai lembaga yang mengusut, ini menjadi bagian perhatian kami. Kami punya hak memberikan fasilitas cara pelayanan farmasi yang tepat atau tidak, kami bisa cabut," ujar Taruna dalam konferensi pers di YouTube BPOM, Jumat, 29 November 2024.
Taruna menegaskan pihaknya akan menjaga aturan yang sudah ada secara ketat bahwa konsumsi antibiotik harus menggunakan resep dokter.
"Nah tentu di pelayanan kefarmasian ini jangan kasih antibiotik kalau tidak ada resepnya," urainya.
Taruna juga mengingatkan bahwa tenaga medis seperti dokter, seharusnya memiliki tanggung jawab atas pemberian antibiotik kepada pasien. Pasalnya, kesalahan dalam pemberian antibiotik juga mengakibatkan hal yang fatal atas surat izin praktek dokter.
"Nah kemudian kenapa harus dokter? Karena dokter yang tahu jenis penyakitnya, dokter yang tahu jenis infeksinya, dokter yang tahu punya tanggung jawab. Kalau dokter salah-salah bisa dicabut surat izin prakteknya, ada yang tanggung jawab," paparnya.
Taruna menyebutkan bahwa masyarakat juga harus memiliki kesadaran atas penggunaan antibiotik, "Tidak usah berpikir bahwa antibiotik itu obat segala jenis penyakit."
Taruna mengatakan penyebab kebal antibiotik atau resistensi ini memang terpantau dari sarana layanan kefarmasian di apotek dan toko lain yang menjual antibiotik secara bebas tanpa resep dokter.
"Di Indonesia berturut-berturut peningkatannya dari 2021 hingga 2023 ada sekitar 79,5% apotek yang memberikan antibiotik tanpa resep. Artinya cuma 20% yang pemakaian sesuai dengan indikasi," ujar Taruna dikutip dari Bloomberg Technoz, Jumat, 29 November 2024.
Resistensi antimikroba, kata Taruna, juga bisa terjadi dari binatang. Binatang secara biologi terkadang ketika sakit dengan penggunaan antibiotik tertentu bisa mengalami resistensi.
"Nah itu yang berikutnya kita perlu cegah. Jadi para dokter hewan kalau meresepkan atau memberikan binatangnya antibiotik, tepat sasaran juga," kata Taruna.
Biasanya pemberian antibiotik, seperti antibiotik sirup, antibiotik kapsul, jika diberikan oleh dokter, misalnya untuk 5 hari maka harus dihabiskan. Jika tersisa dan dibuang sembarang bisa berdampak pada lingkungan.
Taruna juga mengingatkan bahwa masyarakat harus sadar akan bahaya pembuangan sampah antibiotik.
"Kita harus sadar bahwa infeksi yang masuk ke dalam tubuh kita itu dari lingkungan kita. Nah, kalau dibuang sampahnya di sembarangan tempat antimikroba ini, mikroba-mikroba di sekeliling kita itu akan berdampak," ujarnya.[]
Editor: Lia Dali