Sekali waktu, Abdullah Pasi terbangun pukul tiga malam dan langsung mengumandangkan azan.

Cerita Pejuang Aceh yang Mengumandangkan Azan Delapan Kali Sehari

Dr. Husaini Hasan | Foto: YouTube Falava TV

Setelah sembahyang Magrib pada 18 Januari 1980, sekelompok pejuang Aceh Merdeka pergi ke hutan untuk menjauhi kejaran tentara. Mereka adalah Shaiman, Nyak Uma, Abdullah, Tengku Do, dan Husaini M. Hasan. Sepanjang malam kelimanya berjalan kaki, mengambil jalur di tepi dua sungai yang panjang: Krueng Pandrah dan Krueng Nalan.

Ketika hari mulai terang, tibalah mereka di Asrama Wilayah Bate Iliek. Berada di tengah rimba, markas pemberontak ini adalah tempat persembunyian yang aman, tak pernah diserang tentara. Pemimpinnya adalah Tengku Idris Ahmad. Namun, ada satu orang di markas ini yang ulahnya kerap membahayakan nyawa orang lain. Namanya Abdullah Pasi.

Kadang-kadang, Abdullah Pasi memecah kesunyian hutan dengan mengumandangkan azan. Padahal belum tiba waktu salat atau terjadinya sesuatu yang mengharuskan bang dikumandangkan. Ia tak paham suara besarnya bisa memancing kedatangan tentara yang berpatroli di hutan.

Para pemimpin pemberontak di Asrama Wilayah Bate Iliek sudah berkali-kali memperingatkan Abdullah Pasi agar jangan bikin ribut. Ia dilarang mengumandangkan bang. Tetapi tingkah laku penderita gangguan jiwa ini memang tak bisa dikendalikan.

“Masalah terbesar sekarang bukan pada serangan musuh, tetapi pada penyakit jiwa Abdullah Pasi. Misalnya, dia azan delapan kali sehari. Sekali waktu terbangun pukul tiga malam dan langsung mengumandangkan azan. Kondisi seperti ini dilarang di rimba. Semua harus tenang dan tidak berisik jika tidak mau posisinya diketahui oleh tentara,” tulis Husaini Hasan dalam memoar Dari Rimba Aceh ke Stockholm (2015).

Pada hari-hari berikutnya, kondisi mental Abdullah Pasi kian runtuh. Ia mulai suka bicara sendiri. “Kami tak memiliki obat untuk penyakit jiwanya,” kenang Husaini Hasan.

Obat penenang untuk Abdullah Pasi kemudian coba didatangkan dari Medan dengan mengontak seorang kurir Aceh Merdeka di sana. Berhari-hari ditunggu, obat pesanan itu tak kunjung sampai.

Dalam keadaan itu, muncul gagasan untuk memulangkan Abdullah Pasi ke rumahnya di Pasi Lhok, Pidie. Namun, tak seorang pun dari kalangan pemberontak berani mengantarnya. “Khawatir kalau ia kumat dan mengamuk di depan Markas Koramil,” kata Husaini Hasan.

Semua orang yakin Abdullah Pasi pasti berteriak kalau bertemu tentara di tengah jalan. Lebih-lebih ia sering meniru pidato Hasan Tiro.

husainihasan acehmerdeka gerakanacehmerdeka hasantiro sejarahaceh