Salah satu ketentuan penting dalam rancangan qanun ini adalah pasal yang memungkinkan Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) dan koperasi untuk mengelola tambang minyak, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berperan lebih aktif dalam sektor energi.

Rancangan Qanun Migas Aceh: BUMG Bisa Mengelola Tambang Minyak, Kepala BPMA Ditentukan DPRA

Foto: Pintoe.co

PINTOE.CO - Pemerintah Aceh bersama DPRA telah menyusun rancangan Qanun Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Aceh. Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Mahdinur, mengatakan qanun itu bisa menjadi solusi untuk mengatasi pertambangan migas ilegal. Namun, menurut Mahdinur, qanun itu belum bisa diterapkan lantaran masih dalam dalam proses pengesahan di Kementerian Dalam Negeri.

Bagaimana sebenarnya solusi yang ditawarkan qanun itu? Apa saja yang diatur?

Berdasarkan rancangan qanun yang dilihat Pintoe.co, salah satu ketentuan penting dalam rancangan qanun ini adalah pasal yang memungkinkan Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) dan koperasi untuk mengelola tambang minyak, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berperan lebih aktif dalam sektor energi.

Dengan begitu, tidak ada lagi sumur minyak milik orang per orang yang rawan terbakar seperti terjadi Alue Canang, Aceh Timur, beberapa waktu lalu.

Poin tentang itu diatur pada Bab II pasal 6. Di sana disebutkan, bentuk badan usaha yang diizinkan untuk melakukan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Aceh, yaitu: Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Aceh (BUMA), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Gampong (BUMG), Koperasi, dan Badan usaha swasta.

Keberadaan BUMG dan koperasi dalam pengelolaan tambang minyak ini tentunya dapat memperkuat ekonomi gampong dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat setempat. 

Dengan partisipasi dari gampong, hasil dari pengelolaan sumber daya ini lebih dinikmati oleh masyarakat langsung, meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian gampong.

Selain itu, yang paling menarik  dalam qanun ini juga mengatur wewenang Pemerintah Aceh dalam pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi di atas 12 mil laut Aceh. Poin ini muncul pada pasal 7 yang berbunyi:  "Pemerintah Aceh berwenang melakukan pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi yang berada di wilayah laut 12 sampai dengan 200 mil dari wilayah kewenangan Aceh."

Ketentuan ini memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemerintah Aceh dalam mengelola sumber daya alam di wilayah lautnya. Namun aturan ini berbeda dengan kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun  2015 Tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh.

Di sana disebutkan, "Kewenangan pengelolaan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi yang berada pada wilayah laut 12 sampai dengan 200 mil dari wilayah kewenangan Aceh, dilaksanakan oleh Pemerintah (Pusat) dengan mengikutsertakan Pemerintah Aceh."

Pada pasal 35 dan 36 Qanun Migas Aceh mengatur tentang tata cara pemilihan kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA). Di sana disebutkan kepala BPMA diangkat oleh menteri atas usulan gubernur dan melibatkan DPRA. Rinciannya, gubernur mengajukan 9 nama kepada DPRA yang kemudian akan memilih 3 nama untuk diajukan ke menteri. Artinya, penentuan akhir 3 nama yang diusulkan Gubernur ke Menteri berada di tangan DPRA.    

"Berdasarkan hasil uji kemampuan dan kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRA menyerahkan 3 (tiga) orang calon Kepala BPMA kepada Gubernur untuk diusulkan kepada Menteri untuk ditetapkan salah satunya sebagai Kepala BPMA," bunyi ayat (6) pasal 36 Rancangan Qanun Migas Aceh.

Aturan ini berbeda dengan PP Nomor 23 Tahun 2015 yang berlaku sekarang. Di sana disebutkan kepala BPMA diangkat oleh menteri atas usulan gubernur (dapat mengajukan 3 nama) tanpa keterlibatan DPRA. 

Informasi yang diterima PINTOE.CO, Kemendagri sejak 2023 lalu sudah mengevaluasi dan mengembalikan rancangan qanun itu kepada Pemerintah Aceh dan DPRA untuk disempurnakan. Namun, belum diketahui sejauh mana kelanjutannya. Kita tunggu saja kapan qanun ini disampaikan lagi ke Jakarta agar bisa segera disahkan.[]  

qanunmigasaceh aceh dpra pemerintahaceh