Selama 14 Tahun, Dua Bidan Tak Berizin di Yogyakarta Sudah Jual 66 Bayi dan Atur Adopsi Ilegal
Bayi perempuan dijual senilai Rp55 juta, sedangkan bayi laki-laki bisa mencapai Rp60-Rp65 juta, bahkan tertinggi Rp85 juta.

Polisi menghadirkan dua bidan pelaku perdagangan bayi, DM dan JE, dalam jumpa pers di Mapolda DIY, Kamis (12/12/2024) I Foto: KOMPAS.COM/Yustinus Wijaya Kusuma
PINTOE.COM - Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengungkap kasus tindak pidana perdagangan bayi oleh dua bidan berinisial DM (77) dan JE (44).
DM adalah bidan sekaligus pemilik rumah bersalin, sedangkan JE adalah bidan yang bekerja di rumah bersalin milik DM. Keduanya telah melakukan penjualan bayi selama 14 tahun.
Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi mengatakan kasus ini terungkap setelah polisi mendapat laporan dari masyarakat dan ditindaklanjuti dengan mengunjungi lokasi klinik bersalin tersebut.
"Rumah sakit atau tempat praktek mereka ini sudah tersebar informasi bahwa rumah sakit tersebut menerima dan merawat bayi. Apabila ada pasangan (suami-istri) yang tidak mau atau tidak mampu merawat bayinya, mendatangilah tempat praktek mereka ini lalu dititipkan anaknya kemudian dirawat," kata Endriadi dalam jumpa pers di Mapolda DIY pada Kamis, 12 Desember 2024.
Kedua bidan itu telah melakukan aksinya sejak tahun 2010 dan telah berhasil menjual sekitar 66 bayi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, kami mengetahui dari kegiatan kedua pelaku tersebut telah mendapatkan data sebanyak 66 bayi, terdiri dari bayi laki-laki 28 tahun, dan bayi perempuan 36 tahun serta dua bayi tanpa keterangan jenis kelamin, ujarnya.
Endriadi memberkan kedua bidan ini mematok tarif berbeda untuk setiap bayi yang diperjualbelikan. Bayi perempuan dijual senilai Rp55 juta, sedangkan bayi laki-laki bisa mencapai Rp60-Rp65 juta, bahkan tertinggi Rp85 juta.
Aksi kejahatan tersebut dilakukan para tersangka di sebuah klinik yang mereka kelola, yakni di Rumah Bersalin Sarbini Dewi, daerah Tegalrejo, Kota Yogyakarta.
Di klinik tersebut keduanya menawarkan jasa perawatan bayi yang merupakan modus mereka untuk mencari target yang akan dijual.
“Modusnya sedang mencari para acquirer atau orang yang akan mengadopsi, yaitu pasangan yang berminat untuk mengadopsi melalui yang bersangkutan,” ujar Endriadi.
Tak hanya merawat, DM dan JE juga mencari calon pengadopsi anak. Setelahnya kedua tersangka membantu proses adopsi secara ilegal untuk bayi-bayi yang mereka jual.
"Para tersangka ini menerima atau mengambil anak dari wanita atau ibu yang menyerahkannya. Kemudian, anak tersebut dirawat, dan selanjutnya diumumkan melalui media bahwa mereka mencari orang tua yang ingin mengadopsi bayi tersebut," tambah Endriadi.
Dalam kasus ini, polisi juga menyita sejumlah dokumen serah terima atas bayi-bayi yang dijual pelaku dari rumah bersalin.
Merujuk pada dokumen itu, terungkap para pengadopsi berasal dari berbagai daerah, yakni Yogyakarta dan sekitarnya, Surabaya, Bali, NTT hingga Papua.
Tersangka bukan wajah baru dalam kejahatan serupa. Pada tahun 2020, mereka pernah divonis 10 bulan penjara di Lapas Wirogunan atas kasus perdagangan bayi.
“Mereka juga pernah menjadi residivis pada tahun 2020 dan divonis 10 bulan penjara,” ujar Endriadi.
Namun, kedua tersangka kembali melakukan aksinya dengan beberapa kali menjual anak di antaranya menjual bayi laki-laki di Bandung pada September 2024 dan bayi perempuan di Yogyakarta pada Desember 2024.
Wadir Reskrimum Polda DIY AKBP K Tri Panungko menyebut para orang tua yang menyerahkan bayi kepada JE dan DM mengetahui jika anak mereka dijual kepada orang lain.
“Orang tua kandungnya ini memang ingin menjual tapi dengan perantara bidan-bidan ini, karena dia (pelaku) kan punya jaringan,” kata Tri dikutip dari CNN Indonesia, Sabtu, 14 Desember 2024.
Tri juga anggota, baik DM maupun JE memanfaatkan bayi atau anak yang lahir di luar pernikahan untuk selanjutnya ditawarkan dengan modus adopsi secara ilegal.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, menegaskan JE dan DM tidak berhak melakukan praktik kebidanan.
“DM dan JE saat ini tidak memiliki SIP, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk praktik kebidanan,” ujar Emma dikutip dari Kompas.com, Jumat, 13 Desember 2024.
Polisi terus mendalami jaringan perdagangan bayi ini untuk mengungkap pelaku lain yang terlibat.
Atas perbuatannya, JE dan DM dijerat Pasal 83 dan Pasal 76 F UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta.[]
Editor: Lia Dali